Para pejuang terutama kaum muda yang melancarkan gerakan “bawah tanah” segera mengetahui berita penyerahan Jepang terhadap pasukan sekutu. Para pemuda mendesak para tokoh senior untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sutan Syahrir yang merupakan tokoh pemuda yang aktif dalam “gerakan bawah tanah” telah mengetahui berita penyerahan Jepang kepada Sekutu dari siaran radio. Oleh karena itu, ia segera menemui Moh. Hatta di kediamannya. Syahrir mendesak agar Soekarno dan Moh.Hatta segera memerdekakan Indonesia. Kira-kira pukul 14.00 Syahrir berhasil menemui Bung Hatta yang baru saja datang dari Dalat, Saigon. Syahrir menyampaikan informasi tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu. Oleh karena itu, agar Soekarno dan Moh.Hatta mau menyatakan kemerdekaan. Namun Hatta tidak bersedia dan akan membicarakan dengan Bung Karno. Oleh karena itu, Bung Hatta dan Syahrir pergi ke kediaman Bung Karno. Syahrir menyampaikan hal yang sama saat bertemu Moh. Hatta, agar Bung Karno dan Bung Hatta mau memerdekaan Indonesia karena Jepang telah menyerah. Tetapi Bung Karno belum bersedia sambil mencari kebenaran berita tentang menyerahnya Jepang pada Sekutu.
Mengapa Soekarno dan Hatta menolak segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia? Sebagai tokoh-tokoh yang demokratis, tahu hak dan kewajiban selaku pemimpin, kedua tokoh itu berpendapat bahwa untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, perlu dibicarakan dengan PPKI agar tidak menyimpang dari ketentuan. Akan tetapi, para pemuda berpendapat bahwa proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan oleh kekuatan bangsa sendiri, bukan oleh PPKI. Menurut para pemuda, PPKI itu buatan Jepang. Pemuda berharap kemerdekaan yang dilakukan adalah kemerdekaan yang dilakukan oleh bangsa sendiri, bukan karena jasanya Jepang.
Hari-hari menjelang tanggal 15 Agustus 1945 merupakan hari yang menegangkan bagi bangsa Jepang dan bangsa Indonesia. Bagi bangsa Jepang, tanggal tersebut merupakan titik akhir nyali mereka dalam melanjutkan PD II. Menyerah kepada Sekutu adalah pilihan yang sangat pahit tetapi harus dilakukan. Bagi bangsa Indonesia, tanggal tersebut justru menjadi kesempatan baik untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan. Inilah yang menjadi pemikiran utama para pemuda atau sering disebut Golongan Muda kaum pergerakan Indonesia. Para pemuda berpikir, bahwa menyerahnya Jepang kepada Sekutu, berarti di Indonesia sedang kosong kekuasaan. Proklamasi dipercepat adalah pilihan yang tepat, sekaligus tanpa campur tangan Jepang.
Mengapa Soekarno dan Hatta menolak segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia? Sebagai tokoh-tokoh yang demokratis, tahu hak dan kewajiban selaku pemimpin, kedua tokoh itu berpendapat bahwa untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, perlu dibicarakan dengan PPKI agar tidak menyimpang dari ketentuan. Akan tetapi, para pemuda berpendapat bahwa proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan oleh kekuatan bangsa sendiri, bukan oleh PPKI. Menurut para pemuda, PPKI itu buatan Jepang. Pemuda berharap kemerdekaan yang dilakukan adalah kemerdekaan yang dilakukan oleh bangsa sendiri, bukan karena jasanya Jepang.
Hari-hari menjelang tanggal 15 Agustus 1945 merupakan hari yang menegangkan bagi bangsa Jepang dan bangsa Indonesia. Bagi bangsa Jepang, tanggal tersebut merupakan titik akhir nyali mereka dalam melanjutkan PD II. Menyerah kepada Sekutu adalah pilihan yang sangat pahit tetapi harus dilakukan. Bagi bangsa Indonesia, tanggal tersebut justru menjadi kesempatan baik untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan. Inilah yang menjadi pemikiran utama para pemuda atau sering disebut Golongan Muda kaum pergerakan Indonesia. Para pemuda berpikir, bahwa menyerahnya Jepang kepada Sekutu, berarti di Indonesia sedang kosong kekuasaan. Proklamasi dipercepat adalah pilihan yang tepat, sekaligus tanpa campur tangan Jepang.
Hari Rabu tanggal 15 Agustus 1945 sekitar pukul 21.30 WIB, para pemuda
yang dipimpin Wikana, dan Darwis datang di rumah Soekarno di Pegangsaan
Timur No. 56 Jakarta. Wikana dan Darwis memaksa Soekarno untuk
memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Para pemuda mendesak agar
proklamasi malam ini dapat dilaksanakan paling lambat tanggal 16 Agustus
1945. Sambil menimang-nimang senjata Wikana berucap dan bernada
ancaman. Wikana terperanjat setelah melihat sikap dan bentakan Bung
Karno. Suasana rumah Bung Karno semakin tegang. Hal ini juga disaksikan
antara lain oleh Moh. Hatta, dr. Buntaran, Ahmad Subarjo, dan lwa
Kusumasumantri. Para pemuda gagal memaksa Soekarno dan golongan tua
untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Para pemuda kemudian
meninggalkan rumah kediaman Bung Karno. Bung Karno kemudian meminta Bung
Hatta untuk mengundang para anggota PPKI pada pagi tanggal 16 Agustus
1945 untuk rapat membahas keadaan terakhir Indonesia dan persiapan untuk
kemerdekaan Indonesia.
Adanya perbedaan paham itu telah mendorong golongan pemuda membawa Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta ke luar kota. Tindakan itu berdasarkan keputusan
rapat terakhir yang diadakan oleh para pemuda pada pukul 00.30 waktu
Jawa zaman Jepang (pukul 24.00) menjelang tanggal 16 Agustus 1945 di
asrama Baperpi (Badan Permusyawaratan pemuda Indonesia), Cikini 71,
Jakarta. Selain dihadiri oleh pemuda-pemuda yang sebelumnya berapat di
ruangan Lembaga Bakteriologi, Pegangsaan Timur, rapat itu juga dihadiri
oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dr. Muwardi dari Barisan Pelopor dan Shodanco
Singgih dari Daidan Peta Jakarta Syu. Bersama Chairul Saleh mereka
telah bersepakat untuk melaksanakan keputusan rapat pada waktu itu,
yaitu antara lain “menyingkirkan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke
luar kota dengan tujuan untuk menjauhkan mereka dari segala pengaruh
Jepang”. Guna menghindari kecurigaan dan tindakan Jepang, Shodanco
Singgih mendapat kepercayaan untuk melaksanakan rencana tersebut.
(Notosusanto, 1984:81)
Untuk melaksanakan tugas, Singgih mendapat pinjaman beberapa perlengkapan dari markas Peta di Jaga Monyet. Waktu itu yang piket di markas Peta adalah Latif Hendraningrat.Singgih disertai pengemudi, Sampun dan penembak mahir Sutrisno bersama Sukarni, Wikana, dan dr. Muwardi menuju ke rumah Moh. Hatta. Singgih secara singkat minta kesediaan Moh. Hatta untuk ikut ke luar kota. Moh. Hatta menuruti kehendak para pemuda itu. Rombongan kemudian menuju ke rumah Soekarno. Tiba di rumah Soekarno, keluarga Soekarno baru saja makan sahur. Setelah permisi, Singgih masuk rumah dan meminta agar Soekarno ikut pergi ke luar kota saat itu juga. Soekarno setuju, asal Fatmawati, Guntur (waktu itu berusia sekitar delapan bulan) dan Moh. Hatta ikut serta. Pemuda pun mengiyakan permintaan Soekarno. Tanggal 16 Agustus sekitar pukul 04.00 pagi rombongan Soekarno, Moh. Hatta, dan para pemuda menuju ke arah timur. Pemuda tetap merahasiakan kemana tujuan rombongan Soekarno ini mau dibawa pergi, Ternyata rombongan ini akan dibawa ke Rengasdengklok.
Rencana berjalan lancar karena diperolehnya dukungan berupa perlengkapan Tentara Peta dari cudanco Latief Hendraningrat yang pada saat itu sedang menggantikan Daidanco Kasman Singodimedjo yang betugas ke Bandung. Demikianlah pada tanggal 16 agustus pukul 04.30 waktu Jawa zaman Jepang (pukul 04.00 wib) Ir. Soekarno dan Moh. Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa ke luar kota menuju ke Rengasdengklok, sebuah kota kawedanan di sebelah Timur Jakarta. (Notosusanto, 1984:81)
Rencana berjalan lancar karena diperolehnya dukungan berupa perlengkapan Tentara Peta dari cudanco Latief Hendraningrat yang pada saat itu sedang menggantikan Daidanco Kasman Singodimedjo yang betugas ke Bandung. Demikianlah pada tanggal 16 agustus pukul 04.30 waktu Jawa zaman Jepang (pukul 04.00 wib) Ir. Soekarno dan Moh. Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa ke luar kota menuju ke Rengasdengklok, sebuah kota kawedanan di sebelah Timur Jakarta. (Notosusanto, 1984:81)
Dipilihnya daerah Kawedanan Rengasdengklok, karena daerah itu terpencil yaitu 15 km dari Kedunggede, Karawang. Selain itu, juga ada hubungan baik antara Daidan Peta Purwakarta dan Daidan Jakarta, sehingga dari segi keamanan terjamin. Pagi hari rombongan Soekarno sampai di Rengasdengklok. Mereka diterima oleh Shodanco Subeno dan Affan. Mereka ditempatkan di rumah keluarga Tionghoa, Djiau Kie Siong yang simpati pada perjuangan bangsa Indonesia. Sehari di Rengasdengklok, para pemuda ternyata gagal memaksa Soekarno untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia lepas dari campur tangan Jepang. Namun, ada gelagat yang ditangkap oleh Singgih bahwa Soekarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia kalau sudah kembali ke Jakarta. Melihat tanda-tanda bahwa Soekarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, maka sekitar pukul 10.00 bendera Merah Putih dikibarkan di halaman Kawedanan Rengasdengklok. Jakarta berada dalam keadaan tegang karena tanggal 16 Agustus 1945 seharusnya diadakan pertemuan PPKI, tetapi Soekarno dan Moh. Hatta tidak ada di tempat. Ahmad Subarjo segera mencari kedua tokoh tersebut. Akhirnya setelah terjadi kesepakatan dengan Wikana, Ahmad Subarjo ditunjukkan dan diantarkan ke Rengasdengklok oleh Yusuf Kunto. Ahmad Subarjo tiba di Rengasdengklok pukul 17.30 WIB untuk menjemput Soekarno dan rombongan. Namun kecurigaan para pemuda terhadap Ahmad Subardjo pun masih terjadi. Apakah, kalau Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, proklamasi kemerdekaan akan bisa terlaksana. Terjadilah dialog antara Subeno selaku komandan Peta Rengasdengklok dengan Ahmad Subardjo.
Dalih untuk mengamankan Ir. Soekarno dari pemberontakan dengan dibawa ke Rengasdengklok membuat Ir. Soekarno dan Moh. Hatta sadar bahwa ternyata tidak ada pemberontakan sama sekali, sehingga Soekarno dan Hatta segera menyadari bahwa kejadian ini merupakan usaha memaksa mereka supaya menyatakan kemerdekaan di luar rencana pihak Jepang. Mereka menolak melakukan hal itu, Maeda mengirim kabar bahwa jika mereka dikembalikan dengan selamat, maka dia dapat mengatur agar pihak Jepang tidak peduli bilamana kemerdekaan dinyatakan. Pada malam itu, Soekarno dan Hatta sudah berada di rumah Maeda di Jakarta. Pernyataan kemerdekaan dirancang sepanjang malam. Kaum aktivis muda menginginkan bahasa yang dramatis dan berapi-api, tetapi untuk menjaga supaya tidak melukai perasaan pihak Jepang atau mendorong terjadinya kekerasan, maka disetujuilah suatu peryataan yang sejuk dan bersahaja yang dirancang oleh Soekarno. (Ricklefs, 2004: 426-427)
Dengan jaminan itu, maka Shodanco Subeno mewakili para pemuda mengizinkan Subardjo untuk bertemu dan membawa pulang bersama Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta, dan rombongan kembali ke Jakarta. Petang itu juga Soekarno dan rombongan kembali ke Jakarta. Dengan demikian berakhirlah peristiwa Rengasdengklok.
Dengan jaminan itu, maka Shodanco Subeno mewakili para pemuda mengizinkan Subardjo untuk bertemu dan membawa pulang bersama Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta, dan rombongan kembali ke Jakarta. Petang itu juga Soekarno dan rombongan kembali ke Jakarta. Dengan demikian berakhirlah peristiwa Rengasdengklok.