Latar Belakang Masuknya Jepang ke Indonesia
Masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942 – 1945) merupakan periode yang sangat penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Pada masa ini telah terjadi berbagai peruabahan yang mendasar pada alam sendi – sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan – perubahan yang terjadi itu merupakan dampak dari pendudukan Jepang yang sangat menekan dan sangat memeras.
Sejak pengeboman Pearl Harbour oleh angkatan udara Jepang pada 8 Desember 1941, serangan terus dilancarkan ke angkatan laut Amerika. Selain itu, serangan Jepang juga diarahkan ke Indonesia. Serangan terhadap Indonesia tersebut bertujuan untuk mendapatkan cadangan logistik dan bahan industri perang, seperti minyak tanah, timah, dan aluminium. Sebab, persediaan minyak di Indonesia diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan Jepang selama Perang Pasifik.
Kedatangan Jepang di Indonesia merupakan bagian dalam usahanya membangun suatu imperium di Asia. Munculnya Imperilisme Jepang itu didorong oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang penting ialah keberhasilan Restorasi Meiji di Jepang yang berdampak pada proses modernisasi di berbagai bidang kehidupan. Modernisasi tersebut berimplikasi pada persoalan-persoalan yang sangat komplek seperti kepadatan penduduk, lapangan pekerjaan, bahan mentah, dan daerah pemasaran hasil produksinya.
Bahkan sebagai akibat dari kemauan Industri di Jepang, ditemput strategi ekpansi untuk mencari bahan mentah dan daerah pemasaran baru. Selain, didorong oleh factor ekonomi, imperialisme Jepang didorong oleh filasafat Hakko Ichiu, yaitu ajaran tentang kesatuan keluarga umat manusia. Jepang sebagai negara yang telah maju, mempunyai kewajiban “mempersatukan bangsa-bangsa di dunia dan memajukannya”. Ajaran tersebut merupakan dorongan psikologis sebagai legitimasi moral politik ekspansionisme Jepang ke wilayah – wilayah lain.
Pada tanggal 1 Maret 1942, sebelum matahari terbit, Jepang mulai mendarat di tiga tempat di Pulau Jawa, yaitu di Banten, Indramayu, dan Rembang, masing-masing dengan kekuatan lebih kurang satu divisi. Pada awalnya, misi utama pendaratan Jepang adalah mencari bahan-bahan keperluan perang. Pendaratan ini nyatanya disambut dengan antusias oleh rakyat Indonesia. Kedatangan Jepang memberi harapan baru bagi rakyat Indonesia yang saat itu telah menaruh kebencian terhadap pihak Belanda. Tidak adanya dukungan terhadap perang gerilya yang dilakukan oleh Belanda dalam mempertahankan Pulau Jawa ikut memudahkan pendaratan tentara Jepang. Melalui Indramayu, dengan cepat Jepang berhasil merebut pangkalan udara Kalijati untuk dipersiapkan sebagai pangkalan pesawat. Hingga akhirnya tanggal 9 Maret tahun Showa 17, upacara serah terima kekuasaan dilakukan antara tentara Jepang dan Belanda di Kalijati.
Masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942 – 1945) merupakan periode yang sangat penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Pada masa ini telah terjadi berbagai peruabahan yang mendasar pada alam sendi – sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan – perubahan yang terjadi itu merupakan dampak dari pendudukan Jepang yang sangat menekan dan sangat memeras.
Sejak pengeboman Pearl Harbour oleh angkatan udara Jepang pada 8 Desember 1941, serangan terus dilancarkan ke angkatan laut Amerika. Selain itu, serangan Jepang juga diarahkan ke Indonesia. Serangan terhadap Indonesia tersebut bertujuan untuk mendapatkan cadangan logistik dan bahan industri perang, seperti minyak tanah, timah, dan aluminium. Sebab, persediaan minyak di Indonesia diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan Jepang selama Perang Pasifik.
Kedatangan Jepang di Indonesia merupakan bagian dalam usahanya membangun suatu imperium di Asia. Munculnya Imperilisme Jepang itu didorong oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang penting ialah keberhasilan Restorasi Meiji di Jepang yang berdampak pada proses modernisasi di berbagai bidang kehidupan. Modernisasi tersebut berimplikasi pada persoalan-persoalan yang sangat komplek seperti kepadatan penduduk, lapangan pekerjaan, bahan mentah, dan daerah pemasaran hasil produksinya.
Bahkan sebagai akibat dari kemauan Industri di Jepang, ditemput strategi ekpansi untuk mencari bahan mentah dan daerah pemasaran baru. Selain, didorong oleh factor ekonomi, imperialisme Jepang didorong oleh filasafat Hakko Ichiu, yaitu ajaran tentang kesatuan keluarga umat manusia. Jepang sebagai negara yang telah maju, mempunyai kewajiban “mempersatukan bangsa-bangsa di dunia dan memajukannya”. Ajaran tersebut merupakan dorongan psikologis sebagai legitimasi moral politik ekspansionisme Jepang ke wilayah – wilayah lain.
Pada tanggal 1 Maret 1942, sebelum matahari terbit, Jepang mulai mendarat di tiga tempat di Pulau Jawa, yaitu di Banten, Indramayu, dan Rembang, masing-masing dengan kekuatan lebih kurang satu divisi. Pada awalnya, misi utama pendaratan Jepang adalah mencari bahan-bahan keperluan perang. Pendaratan ini nyatanya disambut dengan antusias oleh rakyat Indonesia. Kedatangan Jepang memberi harapan baru bagi rakyat Indonesia yang saat itu telah menaruh kebencian terhadap pihak Belanda. Tidak adanya dukungan terhadap perang gerilya yang dilakukan oleh Belanda dalam mempertahankan Pulau Jawa ikut memudahkan pendaratan tentara Jepang. Melalui Indramayu, dengan cepat Jepang berhasil merebut pangkalan udara Kalijati untuk dipersiapkan sebagai pangkalan pesawat. Hingga akhirnya tanggal 9 Maret tahun Showa 17, upacara serah terima kekuasaan dilakukan antara tentara Jepang dan Belanda di Kalijati.
Kronologi Masuknya Jepang di Indonesia
Pada Januari 1942, Jepang mendarat dan memasuki Indonesia. Tentara Jepang ini masuk ke Indonesia melalui Ambon dan menguasai seluruh Maluku. Meskipun pasukan KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger) dan pasukan Australia berusaha menghalangi, tapi kekuatan Jepang tidak dapat dibendung. Daerah Tarakan di Kalimantan Timur kemudian dikuasai oleh Jepang bersamaan dengan Balikpapan (12 Januari 1942). Jepang kemudian menyerang Sumatra setelah berhasil memasuki Pontianak. Bersamaan dengan itu Jepang melakukan serangan ke Jawa (Februari 1942). Jepang menerjunkan pasukan payung ke Palembang, Sumatra, pada 14 februari 1942, dan berhasil menguasainya dalam waktu dua hari. Jatuhnya Palembang ke militer Jepang membuat pintu pertahanan Pulau Jawa terganggu. Pada tanggal 1 Maret 1942, kemenangan tentara Jepang dalam Perang Pasifik menunjukkan kemampuan Jepang dalam mengontrol wilayah yang sangat luas, yaitu dari Burma sampai Pulau Wake di Samudra Pasifik. Setelah daerah-daerah di luar Jawa dikuasai, Jepang memusatkan perhatiannya untuk menguasai tanah Jawa sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda.
Untuk menghadapi gerak invasi tentara Jepang, blok sekutu yang terdiri atas Belanda, Amerika Serikat, Australia, dan Inggris membentuk Komando Gabungan Tentara Serikat yang disebut ABDACOM (American British Dutch Australian Command) yang bermarkas di Lembang. Letnan Jenderal Ter Poorten diangkat sebagai Panglima ABDACOM. Namun kekuatan ABDACOM tidak mampu menyelamatkan Hindia Belanda dari kekalahan. Sementara itu, Gubernur Jenderal Carda (Tjarda) pada Februari 1942 telah mengungsi ke Bandung.
Dalam pertempuran di Laut Jawa, Angkatan Laut Jepang berhasil menghancurkan pasukan gabungan Belanda-Inggris yang dipimpin oleh Laksamana Karel Doorman. Sisa-sisa pasukan dan kapal Belanda yang berhasil lolos terus melarikan diri menuju Australia. Sementara itu, Jenderal Imamura dan pasukannya mendarat di Jawa pada tanggal 1 Maret 1942. Pendaratan itu dilaksanakan di tiga tempat, yakni di Banten dipimpin oleh Jenderal Imamura sendiri. Kemudian pendaratan di Eretan Wetan-Indramayu dipimpin oleh Kolonel Tonishori, dan pendaratan di sekitar Bojonegoro dikoordinasi oleh Mayjen Tsuchihashi. Tempat-tempat tersebut memang tidak diduga oleh Belanda jika ternyata digunakan pendaratan tentara Jepang. Sementara itu Jepang tidak menyerang Jakarta, karena pada saat itu Jakarta disiapkan oleh Belanda sebagai kota terbuka.
Selaian tentara gabungan ABDACOM, ditambah satu kompi Kadet dari Akademi Militer Kerajaan dan Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Jawa Barat. Di Jawa Tengah, telah disiapkan empat battalion infanteri, sedangkan di Jawa Timur terdiri tiga batalion pasukan bantuan Indonesia dan satu batalion marinir, serta ditambah dengan satuan-satuan dari Inggris dan Amerika. Meskipun demikian, tentara Jepang mendarat di Jawa dengan jumlah yang sangat besar, berhasil merebut tiap daerah hamper tanpa perlawanan.
Pasukan Jepang dengan cepat menyerbu pusat-pusat kekuatan tentara Belanda di Jawa. Tanggal 5 Maret 1942 Batavia jatuh ke tangan Jepang. Tentara Jepang terus bergerak ke selatan dan menguasai kota Buitenzorg (Bogor). Dengan mudah kota-kota di Jawa yang lain juga jatuh ke tangan Jepang. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942 Jenderal Ter Poorten atas nama komandan pasukan Belanda/Sekutu menandatangani penyerahan tidak bersyarat kepada Jepang yang diwakili Jenderal Imamura. Penandatanganan ini dilaksanakan di Kalijati, Subang. Penyerahan Belanda kepada Jepang kemudian dikenal dengan Kapitulasi Kalijati. Dengan demikian, berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia. Kemudian Indonesia berada di bawah pendudukan tentara Jepang. Gubernur Jenderal Tjarda ditawan. Namun, Belanda segera mendirikan pemerintahan pelarian (exile government) di Australia di bawah pimpinan H.J. Van Mook.
Ketika daerah Tarakan di Kalimantan Timur kemudian dikuasai oleh Jepang bersamaan dengan Balikpapan (12 Januari 1942). Jepang kemudian menyerang Sumatera setelah berhasil memasuki Pontianak. Bersamaan dengan itu Jepang melakukan serangan ke Jawa (Februari 1942).Pada tanggal 1 Maret 1942, kemenangan tentara Jepang dalam Perang Pasifik menunjukkan kemampuan Jepang dalam mengontrol wilayah yang sangat luas, yaitu dari Burma sampai Pulau Wake. Setelah daerah-daerah di luar Jawa dikuasai, Jepang memusatkan perhatiannya untuk menguasai tanah Jawa sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda.
Dalam upaya menguasai Jawa, telah terjadi pertempuran di Laut Jawa, yaitu antara tentara Jepang dengan Angkatan Laut Belanda di bawah Laksamana Karel Doorman. Dalam pertempuran ini Laksamana Karel Doorman dan beberapa kapal Belanda berhasil ditenggelamkan oleh tentara Jepang. Sisa-sisa pasukan dan kapal Belanda yang berhasil lolos terus melarikan diri menuju Australia. Sementara itu, Jenderal Imamura dan pasukannya mendarat di Jawa pada tanggal 1 Maret 1942. Pendaratan itu dilaksanakan di tiga tempat, yakni di Banten dipimpin oleh Jenderal Imamura sendiri. Kemudian pendaratan di Eretan Wetan-Indramayu dipimpin oleh Kolonel Tonishoridan pendaratan di sekitar Bojonegoro dikoordinir oleh Mayjen Tsuchihashi. Tempat-tempat tersebut memang tidak diduga oleh Belanda.
Untuk menghadapi pasukan Jepang, sebenarnya Sekutu sudah mempersiapkan diri, yaitu antara lain berupa tentara gabungan ABDACOM, ditambah satu kompi Akademi Militer Kerajaan dan Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Jawa Barat. Di Jawa Tengah, telah disiapkan empat battalion infanteri, sedangkan di Jawa Timur terdiri tiga battalion pasukan bantuan Indonesia dan satu batalion marinir, serta ditambah dengan satuan-satuan dari Inggris dan Amerika. Meskipun demikian, tentara Jepang mendarat di Jawa dengan jumlah yang sangat besar, sehingga pasukan Belanda tidak mampu memberikan perlawanan. Pasukan Jepang dengan cepat menyerbu pusat-pusat kekuatan tentara Belanda di Jawa. Tanggal 5 Maret 1942 Batavia jatuh ke tangan Jepang. Tentara Jepang terus bergerak ke selatan dan menguasai kota Buitenzorg (Bogor). Dengan mudah kota-kota di Jawa yang lain juga jatuh ke tangan Jepang. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942 Jenderal Ter Poorten atas nama komandan pasukan Belanda/Sekutu menandatangani penyerahan tidak bersyarat kepada Jepang yang diwakili Jenderal Imamura. Penandatanganan ini dilaksanakan di Kalijati, Subang. Dengan demikian berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia. Kemudian Indonesia berada di bawah pendudukan tentara Jepang. Gubernur Jenderal Tjarda ditawan. Namun Belanda segera mendirikan pemerintahan pelarian (exile government) di Australia di bawah pimpinan H.J. Van Mook.
Pada Januari 1942, Jepang mendarat dan memasuki Indonesia. Tentara Jepang ini masuk ke Indonesia melalui Ambon dan menguasai seluruh Maluku. Meskipun pasukan KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger) dan pasukan Australia berusaha menghalangi, tapi kekuatan Jepang tidak dapat dibendung. Daerah Tarakan di Kalimantan Timur kemudian dikuasai oleh Jepang bersamaan dengan Balikpapan (12 Januari 1942). Jepang kemudian menyerang Sumatra setelah berhasil memasuki Pontianak. Bersamaan dengan itu Jepang melakukan serangan ke Jawa (Februari 1942). Jepang menerjunkan pasukan payung ke Palembang, Sumatra, pada 14 februari 1942, dan berhasil menguasainya dalam waktu dua hari. Jatuhnya Palembang ke militer Jepang membuat pintu pertahanan Pulau Jawa terganggu. Pada tanggal 1 Maret 1942, kemenangan tentara Jepang dalam Perang Pasifik menunjukkan kemampuan Jepang dalam mengontrol wilayah yang sangat luas, yaitu dari Burma sampai Pulau Wake di Samudra Pasifik. Setelah daerah-daerah di luar Jawa dikuasai, Jepang memusatkan perhatiannya untuk menguasai tanah Jawa sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda.
Untuk menghadapi gerak invasi tentara Jepang, blok sekutu yang terdiri atas Belanda, Amerika Serikat, Australia, dan Inggris membentuk Komando Gabungan Tentara Serikat yang disebut ABDACOM (American British Dutch Australian Command) yang bermarkas di Lembang. Letnan Jenderal Ter Poorten diangkat sebagai Panglima ABDACOM. Namun kekuatan ABDACOM tidak mampu menyelamatkan Hindia Belanda dari kekalahan. Sementara itu, Gubernur Jenderal Carda (Tjarda) pada Februari 1942 telah mengungsi ke Bandung.
Dalam pertempuran di Laut Jawa, Angkatan Laut Jepang berhasil menghancurkan pasukan gabungan Belanda-Inggris yang dipimpin oleh Laksamana Karel Doorman. Sisa-sisa pasukan dan kapal Belanda yang berhasil lolos terus melarikan diri menuju Australia. Sementara itu, Jenderal Imamura dan pasukannya mendarat di Jawa pada tanggal 1 Maret 1942. Pendaratan itu dilaksanakan di tiga tempat, yakni di Banten dipimpin oleh Jenderal Imamura sendiri. Kemudian pendaratan di Eretan Wetan-Indramayu dipimpin oleh Kolonel Tonishori, dan pendaratan di sekitar Bojonegoro dikoordinasi oleh Mayjen Tsuchihashi. Tempat-tempat tersebut memang tidak diduga oleh Belanda jika ternyata digunakan pendaratan tentara Jepang. Sementara itu Jepang tidak menyerang Jakarta, karena pada saat itu Jakarta disiapkan oleh Belanda sebagai kota terbuka.
Selaian tentara gabungan ABDACOM, ditambah satu kompi Kadet dari Akademi Militer Kerajaan dan Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Jawa Barat. Di Jawa Tengah, telah disiapkan empat battalion infanteri, sedangkan di Jawa Timur terdiri tiga batalion pasukan bantuan Indonesia dan satu batalion marinir, serta ditambah dengan satuan-satuan dari Inggris dan Amerika. Meskipun demikian, tentara Jepang mendarat di Jawa dengan jumlah yang sangat besar, berhasil merebut tiap daerah hamper tanpa perlawanan.
Pasukan Jepang dengan cepat menyerbu pusat-pusat kekuatan tentara Belanda di Jawa. Tanggal 5 Maret 1942 Batavia jatuh ke tangan Jepang. Tentara Jepang terus bergerak ke selatan dan menguasai kota Buitenzorg (Bogor). Dengan mudah kota-kota di Jawa yang lain juga jatuh ke tangan Jepang. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942 Jenderal Ter Poorten atas nama komandan pasukan Belanda/Sekutu menandatangani penyerahan tidak bersyarat kepada Jepang yang diwakili Jenderal Imamura. Penandatanganan ini dilaksanakan di Kalijati, Subang. Penyerahan Belanda kepada Jepang kemudian dikenal dengan Kapitulasi Kalijati. Dengan demikian, berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia. Kemudian Indonesia berada di bawah pendudukan tentara Jepang. Gubernur Jenderal Tjarda ditawan. Namun, Belanda segera mendirikan pemerintahan pelarian (exile government) di Australia di bawah pimpinan H.J. Van Mook.
Ketika daerah Tarakan di Kalimantan Timur kemudian dikuasai oleh Jepang bersamaan dengan Balikpapan (12 Januari 1942). Jepang kemudian menyerang Sumatera setelah berhasil memasuki Pontianak. Bersamaan dengan itu Jepang melakukan serangan ke Jawa (Februari 1942).Pada tanggal 1 Maret 1942, kemenangan tentara Jepang dalam Perang Pasifik menunjukkan kemampuan Jepang dalam mengontrol wilayah yang sangat luas, yaitu dari Burma sampai Pulau Wake. Setelah daerah-daerah di luar Jawa dikuasai, Jepang memusatkan perhatiannya untuk menguasai tanah Jawa sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda.
Dalam upaya menguasai Jawa, telah terjadi pertempuran di Laut Jawa, yaitu antara tentara Jepang dengan Angkatan Laut Belanda di bawah Laksamana Karel Doorman. Dalam pertempuran ini Laksamana Karel Doorman dan beberapa kapal Belanda berhasil ditenggelamkan oleh tentara Jepang. Sisa-sisa pasukan dan kapal Belanda yang berhasil lolos terus melarikan diri menuju Australia. Sementara itu, Jenderal Imamura dan pasukannya mendarat di Jawa pada tanggal 1 Maret 1942. Pendaratan itu dilaksanakan di tiga tempat, yakni di Banten dipimpin oleh Jenderal Imamura sendiri. Kemudian pendaratan di Eretan Wetan-Indramayu dipimpin oleh Kolonel Tonishoridan pendaratan di sekitar Bojonegoro dikoordinir oleh Mayjen Tsuchihashi. Tempat-tempat tersebut memang tidak diduga oleh Belanda.
Untuk menghadapi pasukan Jepang, sebenarnya Sekutu sudah mempersiapkan diri, yaitu antara lain berupa tentara gabungan ABDACOM, ditambah satu kompi Akademi Militer Kerajaan dan Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Jawa Barat. Di Jawa Tengah, telah disiapkan empat battalion infanteri, sedangkan di Jawa Timur terdiri tiga battalion pasukan bantuan Indonesia dan satu batalion marinir, serta ditambah dengan satuan-satuan dari Inggris dan Amerika. Meskipun demikian, tentara Jepang mendarat di Jawa dengan jumlah yang sangat besar, sehingga pasukan Belanda tidak mampu memberikan perlawanan. Pasukan Jepang dengan cepat menyerbu pusat-pusat kekuatan tentara Belanda di Jawa. Tanggal 5 Maret 1942 Batavia jatuh ke tangan Jepang. Tentara Jepang terus bergerak ke selatan dan menguasai kota Buitenzorg (Bogor). Dengan mudah kota-kota di Jawa yang lain juga jatuh ke tangan Jepang. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942 Jenderal Ter Poorten atas nama komandan pasukan Belanda/Sekutu menandatangani penyerahan tidak bersyarat kepada Jepang yang diwakili Jenderal Imamura. Penandatanganan ini dilaksanakan di Kalijati, Subang. Dengan demikian berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia. Kemudian Indonesia berada di bawah pendudukan tentara Jepang. Gubernur Jenderal Tjarda ditawan. Namun Belanda segera mendirikan pemerintahan pelarian (exile government) di Australia di bawah pimpinan H.J. Van Mook.
Tujuan Masuknya Jepang di Indonesia
Sejak pengeboman Pearl Harbour oleh angkatan Perang Jepang pada 8 Desember 1941, serangan tersebut seolah-olah tak dapat dibendung oleh Amerika Serikat. Pasukan Jepang berhasil menghancurkan basis-basis militer Amerika seperti di Filipina. Kemudian serangan Jepang juga diarahkan ke Indonesia. Serangan terhadap Indonesia bertujuan untuk mendapatkan cadangan logistik dan bahan industri perang, seperti minyak bumi, timah, dan aluminium. Sebab, persediaan minyak di Indonesia diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan Jepang selama Perang Pasifik.
Kekuatan invansi Jepang di Jawa menunjukkan jumlah yang lebi besar daripada jumlah kekuatan pihak Sekutu. Pertempuran-pertempuran di Jawa berakhir dengan kemenangan pihak Jepang dalam waktu singkat. Jepang tidak hanya ingin mengenyahka kekuasaan politik bangsa Barat di kawasan Asia Pasifik, sebagaimana yang dicita-citakan menjadi “Tuan Besar” di Asia Pasifik. Invasi militer atau perang di korbarkan oleh Jepaang tersebut bagi bangsa di Asia Tenggara khususnya Indonesia dirasakan sebagai suatu malapetaka baru atau paling tidak dirasakan sebagai suatu penderitaan dan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia, yang perang tesebut selama ini telah di jalankan oleh pemerintah kolonial Belanda. Rakyat tidak hanya mengalami penderitaan lahiriah karena kekurangan pangan dan sandang yang kemudian mengakibatkan kelaparan dan kematian.
Perlu dipahami bahwa pada saat Jepang ini memasuki Indonesia sudah membawa kultur dan ideologi fasisme. Jepang sudah menjadi negara fasis. Fasis—fasisme adalah paham atau ideologi. Fasisme dapat dimaknai sebagai sistem (sistem pemerintahan), di mana semua kekuasaan berada pada satu tangan seorang yang diktator dan otoriter. Dalam mengembangkan kehidupan berbangsa menjadi sangat nasionalistik (chauvinistik), elitis, dan rasialis. Penataan kehidupan sosial dan ekonomi sangat ketat, sentralistik dalam sebuah korporasi pemerintah yang otoriter di bawah pemimpin yang diktator. Fasisme ini mula pertama berkembang di Italia pada tahun 1922 dengan tokohnya Benito Mussolini. Kemudian pada tahun 1933 berkembang di Jerman, yang selanjutnya berkembang juga di Jepang.
Keinginan Jepang menguasai Indonesia, karena Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan untuk pengembangan industri Jepang,di samping itu ,juga terdorong oleh ajaran yang berkaitan dengan Shintoisme ,khususnya tentang Hakko Ichiu ,yakni ajaran tentang kesatuan kelurga umat manusia ,ajaran ini di terjemahkan bahwa tentara Jepang sebagai negara maju bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan keluarga umat manusia dengan memajukan dan mempersatukan bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia. Ajaran tersebut menyatakan bahwa bangsa Jepang dan Indonesia serumpun.
Jepang dengan slogan Hakko Ichiu yang diperkenalkan oleh Kaisar Jimmu adalah doktrin untuk menguasai dunia dan satu-satunya kekaisaran. Doktrin Hakko Ichiu ini kemudian dimodifikasi sebagai alat propaganda dan alat politik untuk mencapai tujuan pemerintah Jepang. Slogan ini juga diilhami oleh ajaran Shintoisme yang menerima dan memadukan semua tradisi termasuk kehidupan spiritual yang masuk ke Jepang, tanpa menghilangkah tradisi aslinya. Hakko ichiu telah menjadi slogan dan ajaran tentang kesatuan keluarga umat manusia. Ajaran ini diterjemahkan bahwa Jepang sebagai negara maju bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan keluarga umat manusia dengan memajukan dan mempersatukan bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Ajaran Hakko ichiu diperkuat oleh keterangan antropolog yang menyatakan bahwa bangsa Jepang dan Indonesia serumpun. Untuk merealisasikan keinginannya itu, maka sebelum gerakan tentara Jepang itu datang ke Indonesia, Jepang sudah mengirim para spionase untuk datang ke Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya.
Kebijakan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas, yaitu menghapuskan pengaruh – pengaruh Barat di kalangan rakyat Indonesia demi kemenangan Jepang dalam perang Asia Timur Raya. Seperti halnya Belanda, Jepang bermaksud menguasai untuk kepentingan mereka sendiri. Untuk itu, suatu kampanye propaganda yang intensif dimulai untuk meyakinkan rakyat Indonesia bahwa mereka dan bangsa Jepang adalah saudara seperjuangan dalam perang yang luhur melawan Barat. Tetapi upaya propaganda itu sering mengalami kegagalan dengan adanya kenyataan-kenyataan akibat penduduka Jepang itu sendiri seperti kekacaun ekonomi.
Pendudukan Jepang berorientasi ekonomi dengan kebijakan yang sangat menekan dan memeras rakuat. Dengan demikian, yang terjadi bukan saja perubahan structural, melainkan aspek-aspek kultural masyarakat di pedesaan Jawa itu. Umumnya Jawa dianggap sebagai daerah yang secara politis paling maju, tetapi secara ekonomi kurang penting, sumber dayanya yang paling utama ialah manusia. Sehingga Jawa dianggap penting dalam memegang kunci pendudukan Jepang di Hindia Belanda.
Sejak pengeboman Pearl Harbour oleh angkatan Perang Jepang pada 8 Desember 1941, serangan tersebut seolah-olah tak dapat dibendung oleh Amerika Serikat. Pasukan Jepang berhasil menghancurkan basis-basis militer Amerika seperti di Filipina. Kemudian serangan Jepang juga diarahkan ke Indonesia. Serangan terhadap Indonesia bertujuan untuk mendapatkan cadangan logistik dan bahan industri perang, seperti minyak bumi, timah, dan aluminium. Sebab, persediaan minyak di Indonesia diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan Jepang selama Perang Pasifik.
Kekuatan invansi Jepang di Jawa menunjukkan jumlah yang lebi besar daripada jumlah kekuatan pihak Sekutu. Pertempuran-pertempuran di Jawa berakhir dengan kemenangan pihak Jepang dalam waktu singkat. Jepang tidak hanya ingin mengenyahka kekuasaan politik bangsa Barat di kawasan Asia Pasifik, sebagaimana yang dicita-citakan menjadi “Tuan Besar” di Asia Pasifik. Invasi militer atau perang di korbarkan oleh Jepaang tersebut bagi bangsa di Asia Tenggara khususnya Indonesia dirasakan sebagai suatu malapetaka baru atau paling tidak dirasakan sebagai suatu penderitaan dan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia, yang perang tesebut selama ini telah di jalankan oleh pemerintah kolonial Belanda. Rakyat tidak hanya mengalami penderitaan lahiriah karena kekurangan pangan dan sandang yang kemudian mengakibatkan kelaparan dan kematian.
Perlu dipahami bahwa pada saat Jepang ini memasuki Indonesia sudah membawa kultur dan ideologi fasisme. Jepang sudah menjadi negara fasis. Fasis—fasisme adalah paham atau ideologi. Fasisme dapat dimaknai sebagai sistem (sistem pemerintahan), di mana semua kekuasaan berada pada satu tangan seorang yang diktator dan otoriter. Dalam mengembangkan kehidupan berbangsa menjadi sangat nasionalistik (chauvinistik), elitis, dan rasialis. Penataan kehidupan sosial dan ekonomi sangat ketat, sentralistik dalam sebuah korporasi pemerintah yang otoriter di bawah pemimpin yang diktator. Fasisme ini mula pertama berkembang di Italia pada tahun 1922 dengan tokohnya Benito Mussolini. Kemudian pada tahun 1933 berkembang di Jerman, yang selanjutnya berkembang juga di Jepang.
Keinginan Jepang menguasai Indonesia, karena Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan untuk pengembangan industri Jepang,di samping itu ,juga terdorong oleh ajaran yang berkaitan dengan Shintoisme ,khususnya tentang Hakko Ichiu ,yakni ajaran tentang kesatuan kelurga umat manusia ,ajaran ini di terjemahkan bahwa tentara Jepang sebagai negara maju bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan keluarga umat manusia dengan memajukan dan mempersatukan bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia. Ajaran tersebut menyatakan bahwa bangsa Jepang dan Indonesia serumpun.
Jepang dengan slogan Hakko Ichiu yang diperkenalkan oleh Kaisar Jimmu adalah doktrin untuk menguasai dunia dan satu-satunya kekaisaran. Doktrin Hakko Ichiu ini kemudian dimodifikasi sebagai alat propaganda dan alat politik untuk mencapai tujuan pemerintah Jepang. Slogan ini juga diilhami oleh ajaran Shintoisme yang menerima dan memadukan semua tradisi termasuk kehidupan spiritual yang masuk ke Jepang, tanpa menghilangkah tradisi aslinya. Hakko ichiu telah menjadi slogan dan ajaran tentang kesatuan keluarga umat manusia. Ajaran ini diterjemahkan bahwa Jepang sebagai negara maju bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan keluarga umat manusia dengan memajukan dan mempersatukan bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Ajaran Hakko ichiu diperkuat oleh keterangan antropolog yang menyatakan bahwa bangsa Jepang dan Indonesia serumpun. Untuk merealisasikan keinginannya itu, maka sebelum gerakan tentara Jepang itu datang ke Indonesia, Jepang sudah mengirim para spionase untuk datang ke Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya.
Kebijakan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas, yaitu menghapuskan pengaruh – pengaruh Barat di kalangan rakyat Indonesia demi kemenangan Jepang dalam perang Asia Timur Raya. Seperti halnya Belanda, Jepang bermaksud menguasai untuk kepentingan mereka sendiri. Untuk itu, suatu kampanye propaganda yang intensif dimulai untuk meyakinkan rakyat Indonesia bahwa mereka dan bangsa Jepang adalah saudara seperjuangan dalam perang yang luhur melawan Barat. Tetapi upaya propaganda itu sering mengalami kegagalan dengan adanya kenyataan-kenyataan akibat penduduka Jepang itu sendiri seperti kekacaun ekonomi.
Pendudukan Jepang berorientasi ekonomi dengan kebijakan yang sangat menekan dan memeras rakuat. Dengan demikian, yang terjadi bukan saja perubahan structural, melainkan aspek-aspek kultural masyarakat di pedesaan Jawa itu. Umumnya Jawa dianggap sebagai daerah yang secara politis paling maju, tetapi secara ekonomi kurang penting, sumber dayanya yang paling utama ialah manusia. Sehingga Jawa dianggap penting dalam memegang kunci pendudukan Jepang di Hindia Belanda.
Sambutan Rakyat Indonesia
Kedatangan Jepang di Indonesia pada awalnya disambut dengan senang hati oleh rakyat Indonesia. Jepang dielu-elukan sebagai “Saudara Tua” yang dipandang dapat membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan Belanda. Sikap simpatik bangsa Indonesia terhadap Jepang antara lain juga dipengaruhi oleh kepercayaan ramalan Jayabaya. Di mana-mana terdengar ucapan “banzai-banzai” (selamat datang-selamat datang). Sementara itu, pihak tentara Jepang terus melakukan propaganda-propaganda untuk terus menggerakkan dukungan rakyat Indonesia. Setiap kali Radio Tokyo memperdengarkan Lagu Indonesia Raya, di samping Lagu Kimigayo. Bendera yang berwarna Merah Putih juga boleh dikibarkan berdampingan dengan Bendera Jepang Hinomaru. Melalui siaran radio, juga dipropagandakan bahwa barang-barang buatan Jepang itu menarik dan murah harganya, sehingga mudah bagi rakyat Indonesia untuk membelinya.
Simpati dan dukungan rakyat Indonesia itu nampaknya juga karena perilaku Jepang yang sangat membenci Belanda. Di samping itu, diperkuat pula dengan berkembangnya kepercayaan tentang Ramalan Jayabaya. Tentara Jepang juga mempropagandakan bahwa kedatangannya ke Indonesia untuk membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajahan bangsa Barat. Jepang juga akan membantu memajukan rakyat Indonesia. Melalui program Pan-Asia Jepang akan memajukan dan menyatukan seluruh rakyat Asia. Untuk lebih meyakinkan rakyat Indonesia, Jepang menegaskan kembali bahwa Jepang tidak lain adalah “saudara tua”, jadi Jepang dan Indonesia sama. Bahkan untuk meneguhkan progandanya tentang Pan-Asia, Jepang berusaha membentuk perkumpulan yang diberi nama “Gerakan Tiga A”.
Awal kedatangan Jepang di Indonesia secara umum diterima dan ditanggapi baik oleh masyarakat. Hal itu disebabkan di samping propaganda yang dilakukan oleh pemerintah Jepang secara intensif sebelum mereka tiba, yang dikoordinasi melalui Sendenbu (bagian propaganda), juga dipengaruhi oleh sikap pemerintah kolonial Belanda yang selalu mempertahankan prinsip ketenangan dan keteraturan (rust en orde) dengan tindakan-tindakannya yang sangat mengecewakan kaum pergerakan. Di samping itu bagi masyarakat pedesaan di Jawa terdapat kebanggan terhadap bangsa Jepang yang dapat mengalahkan Sekutu, yang demikian itu membawa pengharapan pulihnya saat – saat normal yang dinantikannya.
Selain itu, masyarakat pedesaan Jawa juga dipengaruhi oleh falasafah ramalan Jayabaya, yang secara tak langsung telah mengarahkan pandangan masyarakat untuk menyambut kedatangan “wong kuntet kuning saka lor” yang hanya akan berkuasa di Indonesia seumur jagung”. Kata – kata itu dipahami sebagai suatu kedaan baru akibat perginya Belanda dan datangnya Jepang. Jepang akan memerintah Indonesia dalam waktu yang tidak lama, dan sesudah itu bangsa Indonesia akan “merdeka”. Pemahaman terhadap ramalan yang berkembang seperti telah memberikan harapan akan hari kemudian yag lebih baik, setidak-tidaknya masa normal yang diharapkannya itu tidak akan lama lagi. Kartodirdjo menyebutnya sebagai motivasi spikulatif teoritis masyarakat Jawa terhadap datangnya masa kebahagiaan.
Pemerintahan Jepang pada awal menjalankan kebijakan pemerintahannya, berpegang pada tiga prinsip utama. Pertama mengusahakan agar mendapatakan dukungan rakyat untuk memenangkan perang dan mendapat dukungan rakyat untuk memenangkan perang dan mempertahankan ketertiban umum. Kedua, memanfaatkan sebanyak mungkin struktur pemerintahan yang telah ada. Ketiga, meletakkan dasar supaya wilayah yang bersangkutan dapat memenuhi kebutuhannya sebagai sendiri bagi wilayah selatan. Oleh kariena itulah pemerintah Jepang pada awalnya senantiasa berupaya mencapai dan kemudian mempertahankan keadaan yang stabil.
Pada awal pendudukannya, pemerintah Jepang mengambil dua langkah penting. Peratama menstabilkan kondisi ekonomi, yang terlihat dari upayanya untuk menguasai inflasi ekonomi, menetapkan patokan harga bagi sebagian barang dan menangani secara keras penimbun barang. Kahin menyebutkan langkah itu sebagai langkah menaikkan taraf sosio-ekonomi yang memaksa pemerintah baru ikut menjalankannya. Kedua Jepang pada awal pendudukannya mengalami keadaan berlanjutnya ketidakpastian hukum, sehingga pemerintah Jepang dituntut untuk mengeluarkan aturan produk hukum baru yang disesuaikan dengan kepentingan pendudukan Jepang di Indonesia. Dalam aspek politik pemerintahan, berdasarkan berita pemerintan nomor 14 maret 1943, dibentuk delapan bagian pada pemerintah pusat dan memberikan tanggungjawab pengelolaan ekonomi pada syu (karasidenan). Pemerintah pada masa pendudukan Jepang diaktifkan kembali untuk memperkuat dukungan terhadap ekonomi perang. Karisidenan (syu), berdasarkan udang-undang nomor 27 tentang perubahan tata pemerintah daerah dan undang-undang nomor 28 tentang aturan Pemerintahan Karisidenan dan Tokebetsu Si secara prinsip mengarahkan pada pengaturan ekonomi. Sedangkan, bidang sosial ekonomi, pemerintah pendudukan Jepang mengadakan pengaturan terhadap distribusi barang-barang yang dianggap penting untuk kepentingan perang seperti besi, tembaga, kuningan dan sebagainya yang diatur dengan Osamu Seirei nomor 19 tahun 1944 tentang mengatur pembagian tembaga tua dan besi tua.
Sesuai dengan kebijakan pemerintah pendudukan Jepang untuk membentuk susunan perekonomian baru di Jawa, dilakukan politik penyerahan padi secara paksa. Dasar-dasar politik beras Jepang pada awalnya sebagai berikut :
Kedatangan Jepang di Indonesia pada awalnya disambut dengan senang hati oleh rakyat Indonesia. Jepang dielu-elukan sebagai “Saudara Tua” yang dipandang dapat membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan Belanda. Sikap simpatik bangsa Indonesia terhadap Jepang antara lain juga dipengaruhi oleh kepercayaan ramalan Jayabaya. Di mana-mana terdengar ucapan “banzai-banzai” (selamat datang-selamat datang). Sementara itu, pihak tentara Jepang terus melakukan propaganda-propaganda untuk terus menggerakkan dukungan rakyat Indonesia. Setiap kali Radio Tokyo memperdengarkan Lagu Indonesia Raya, di samping Lagu Kimigayo. Bendera yang berwarna Merah Putih juga boleh dikibarkan berdampingan dengan Bendera Jepang Hinomaru. Melalui siaran radio, juga dipropagandakan bahwa barang-barang buatan Jepang itu menarik dan murah harganya, sehingga mudah bagi rakyat Indonesia untuk membelinya.
Simpati dan dukungan rakyat Indonesia itu nampaknya juga karena perilaku Jepang yang sangat membenci Belanda. Di samping itu, diperkuat pula dengan berkembangnya kepercayaan tentang Ramalan Jayabaya. Tentara Jepang juga mempropagandakan bahwa kedatangannya ke Indonesia untuk membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajahan bangsa Barat. Jepang juga akan membantu memajukan rakyat Indonesia. Melalui program Pan-Asia Jepang akan memajukan dan menyatukan seluruh rakyat Asia. Untuk lebih meyakinkan rakyat Indonesia, Jepang menegaskan kembali bahwa Jepang tidak lain adalah “saudara tua”, jadi Jepang dan Indonesia sama. Bahkan untuk meneguhkan progandanya tentang Pan-Asia, Jepang berusaha membentuk perkumpulan yang diberi nama “Gerakan Tiga A”.
Awal kedatangan Jepang di Indonesia secara umum diterima dan ditanggapi baik oleh masyarakat. Hal itu disebabkan di samping propaganda yang dilakukan oleh pemerintah Jepang secara intensif sebelum mereka tiba, yang dikoordinasi melalui Sendenbu (bagian propaganda), juga dipengaruhi oleh sikap pemerintah kolonial Belanda yang selalu mempertahankan prinsip ketenangan dan keteraturan (rust en orde) dengan tindakan-tindakannya yang sangat mengecewakan kaum pergerakan. Di samping itu bagi masyarakat pedesaan di Jawa terdapat kebanggan terhadap bangsa Jepang yang dapat mengalahkan Sekutu, yang demikian itu membawa pengharapan pulihnya saat – saat normal yang dinantikannya.
Selain itu, masyarakat pedesaan Jawa juga dipengaruhi oleh falasafah ramalan Jayabaya, yang secara tak langsung telah mengarahkan pandangan masyarakat untuk menyambut kedatangan “wong kuntet kuning saka lor” yang hanya akan berkuasa di Indonesia seumur jagung”. Kata – kata itu dipahami sebagai suatu kedaan baru akibat perginya Belanda dan datangnya Jepang. Jepang akan memerintah Indonesia dalam waktu yang tidak lama, dan sesudah itu bangsa Indonesia akan “merdeka”. Pemahaman terhadap ramalan yang berkembang seperti telah memberikan harapan akan hari kemudian yag lebih baik, setidak-tidaknya masa normal yang diharapkannya itu tidak akan lama lagi. Kartodirdjo menyebutnya sebagai motivasi spikulatif teoritis masyarakat Jawa terhadap datangnya masa kebahagiaan.
Pemerintahan Jepang pada awal menjalankan kebijakan pemerintahannya, berpegang pada tiga prinsip utama. Pertama mengusahakan agar mendapatakan dukungan rakyat untuk memenangkan perang dan mendapat dukungan rakyat untuk memenangkan perang dan mempertahankan ketertiban umum. Kedua, memanfaatkan sebanyak mungkin struktur pemerintahan yang telah ada. Ketiga, meletakkan dasar supaya wilayah yang bersangkutan dapat memenuhi kebutuhannya sebagai sendiri bagi wilayah selatan. Oleh kariena itulah pemerintah Jepang pada awalnya senantiasa berupaya mencapai dan kemudian mempertahankan keadaan yang stabil.
Pada awal pendudukannya, pemerintah Jepang mengambil dua langkah penting. Peratama menstabilkan kondisi ekonomi, yang terlihat dari upayanya untuk menguasai inflasi ekonomi, menetapkan patokan harga bagi sebagian barang dan menangani secara keras penimbun barang. Kahin menyebutkan langkah itu sebagai langkah menaikkan taraf sosio-ekonomi yang memaksa pemerintah baru ikut menjalankannya. Kedua Jepang pada awal pendudukannya mengalami keadaan berlanjutnya ketidakpastian hukum, sehingga pemerintah Jepang dituntut untuk mengeluarkan aturan produk hukum baru yang disesuaikan dengan kepentingan pendudukan Jepang di Indonesia. Dalam aspek politik pemerintahan, berdasarkan berita pemerintan nomor 14 maret 1943, dibentuk delapan bagian pada pemerintah pusat dan memberikan tanggungjawab pengelolaan ekonomi pada syu (karasidenan). Pemerintah pada masa pendudukan Jepang diaktifkan kembali untuk memperkuat dukungan terhadap ekonomi perang. Karisidenan (syu), berdasarkan udang-undang nomor 27 tentang perubahan tata pemerintah daerah dan undang-undang nomor 28 tentang aturan Pemerintahan Karisidenan dan Tokebetsu Si secara prinsip mengarahkan pada pengaturan ekonomi. Sedangkan, bidang sosial ekonomi, pemerintah pendudukan Jepang mengadakan pengaturan terhadap distribusi barang-barang yang dianggap penting untuk kepentingan perang seperti besi, tembaga, kuningan dan sebagainya yang diatur dengan Osamu Seirei nomor 19 tahun 1944 tentang mengatur pembagian tembaga tua dan besi tua.
Sesuai dengan kebijakan pemerintah pendudukan Jepang untuk membentuk susunan perekonomian baru di Jawa, dilakukan politik penyerahan padi secara paksa. Dasar-dasar politik beras Jepang pada awalnya sebagai berikut :
- Padi berada dibawah pengawasan Negara, dan hanya pemerintah yang diizinkan melakukan seluruh proses pungutan dan penyaluran padi.
- Para petani harus menjual hasil produksi mereka kepada pemerintah sebanyak kuota yang ditentukan dengan harga yang ditetapkan.
- Harga gabah dan beras ditetapkan oleh pemerintah
Penyusun: Muhammad Fathurrohman Al-Luthfi, S. Pd