-->

Kurangnya Perhormatan Terhadap Profesi Guru, Kajian Sosial Melalui Pendekatan Sikap Siswa

Dewasa ini, sering dijumpai kasus dimana siswa atau siswi merasa tidak canggung lagi ketika bertemu dengan guru yang mengajarinya di sekolah ketika berada di luar lingkungan sekolah. Dalam hal ini pada sore bahkan malam hari. Mereka beranggapan sangat dekat sekali dengan guru, bahkan merasa seperti teman sebaya ketika berbicara dengan gurunya atau pun ketika memanggil guru nya.


Berbeda dengan masa dahulu, dimana ketika seorang siswa berjumpa dengan guru nya di luar lingkungan sekolah. Biasa nya siswa tersebut langsung panik, khawatir, bahkan merasa takut jika disapa oleh guru yang bersangkutan. Perasaan seperti ini timbul akibat adanya rasa hormat terhadap jasa gurunya.


Selain disebutkan di atas, hal lain yang menjadi permasalahan yang akan penulis ungkap ialah kurangnya rasa takut siswa akibat tidak mengerjakan PR atau pekerjaan rumah, tidak mengerjakan tugas tugas yang diberikan guru ketika aktivitas belajar berlangsung. Mereka memiliki sikap acuh terhadap tugas yang dibebankan guru. Bukan karena mereka tidak paham akan materi, melainkan mereka punya sifat malas yang telah membudaya akibat keseringan begadang main gadget, dan sebagainya.


Kasus ini sering penulis jumpai di sekolah yang berada di salah satu desa yang termasuk wilayah terdepan Indonesia yang tidak disebutkan namanya. 


Ketika penulis menanyakan dengan sopan dan lemah lembut, mengapa tugas tersebut tidak dikerjakan nak? Dengan ringannya ia menjawab "ngantuk pak/bu", "malas pak/bu", "suka-suka saya pak/bu", dan sebagainya yang dinilai kurang sopan diucap oleh seorang siswa.


Pada akhirnya penulis menemukan sebuah jawaban mengapa hal tersebut dapat terjadi pada siswa? 


Ini sebenarnya akibat kurangnya didikan orang tua untuk anak seperti bagaimana cara menghargai guru atau orang yang lebih tua dari siswa tersebut. Orang tua sibuk bekerja tanpa mengetahui sifat anak secara mendalam. Tidak mau tahu sampai manakah perkembangannya di sekolah, bahkan tidak pernah menanyakan hal-hal yang sebenarnya diminati oleh anaknya. Kebanyakan orang tua di desa yang tak disebutkan namanya ini menilai bahwa semuanya sudah harus diajarkan guru termasuk etika, ahklak, moral, perilaku si anak. Hal tersebut salah satu tindakan konyol orang tua menurut penulis. Mereka seperti lepas tangan dengan anaknya.


sejauh ini bisa dipertanyakan tentang sejauh mana kepedulian orang tua terhadap anaknya? apakah ia hanya sekedar membiayai sekolah anaknya, lalu membiarkannya berkembang di sekolah? padahal setahu penulis peran orang tua sangat urgent dimana orang tua seharusnya memberi contoh dan membina anaknya lebih dalam dibanding guru. Guru punya batas kewajaran juga dalam membina anak, dikarenakan bukan satu dua anak saja yang dibina, ratusan bahkan ribuan yang harus dibina. Namun pertanyaannya, apakah waktu yang disediakan cukup untuk guru? belum lagi harus memberikan materi pelajaran, belum lagi membina akhlak, dan sebagainya.


Intinya ialah selain sekolah berperan mendidik dan membina anak, peran orang tua juga tidak boleh lepas dari ini semua agar anak Indonesia kedepannya memiliki perilaku yang sehat, jiwa yang kuat, dan wawasan yang dibutuhkan oleh masyarakat global. sekian