-->

Pemberontakan Andi Aziz

Andi Aziz merupakan tokoh yang mendalangi sebuah pemberontakan yang terjadi di Makassar.  Andi Azis lahir pada tanggal 19 September tahun 1924 di Simpangbinal, Kabupaten Baru, Sulawesi Selatan. Pemberontakan Andi Azis terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan tanggal 5 April 1950. Andi Azis merupakan seorang mantan perwira KNIL yang tergabung ke dalam APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Adapun tujuan daripada pemberontakan Andi Azis adalah untuk mempertahankan Negara Indonesia Timur (NIT). Pada tanggal 5 April 1950, pasukan Andi Azis melakukan penyerangan dan menduduki tempat-tempat strategis serta menawan Panglima Teritorium Indonesia Timur, yaitu Letkol A.J.Mokoginta.

 

v  KNIL (Koninklijk Nedherlands-Indische Leger)

KNIL merupakan alasan mengapa Belanda bisa begitu lama menjajah bangsa Indonesia, karena pasukan ini benar-benar menjalankan fungsinya sangat baik dengan mempertahankan kadaulatan penjajahan bagi Belanda. KNIL tidak hanya sukses memaintain keamanan, mereka juga berperan menumpas habis para pemberontak yang ingin mengoyahkan posisi Belanda di Indonesia. Meskipun sangat patriotik membela negeri Belanda, anggota KNIL sebenarnya bukan pasukan asli Belanda. Mereka merupakan tentara bayaran yang digaji oleh kerajaan Belanda kemudian ditugaskan  di wilayah Hindia Timur Indonesia pada zaman VOC. Pasukan asli Belanda memang dilarang untuk menduduki daerah jajahan karena aturan yang diterapkan di Belanda memang seperti itu.

Brikut beberapa fakta tentang KNIL :

a)      Pasukan KNIL adalah Orang Indonesia asli

b)      Beda kasta antara KNIL antara pribumi dan asing

c)      Ketika saudara membantai saudara

d)      Penderitaan KNIL terutama berasal dari golongan pribumi

 

  1. Latar Belakang dan Jalannya Pemberontakan Andi Azis  

Terjadi pemberontakan dan pergolakan di dalam negara ketika KNIL dibubarkan oleh APRIS dan APRIS mengambil bagian dalam menjalankan keamanan negara sehingga timbulah perbedaan pendapat, pemahaman antara negara federal, mantan anggota KNIL dan APRIS. Para pemimpin NIT (Negara Indonesia Timur) berpendapat bahwa APRIS merupakan organisasi militer yang sama sekali baru. Pendapat ini pula sebenarnya tidak berbeda dengan pendapat Perdana Mentri RIS Hatta dan Mentri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Akan tetapi dikalangan pemimpin NIT ada yang berpendapat bahwa APRIS adalah kesatuan-kesatuan militer yang berdiri sendiri di suatu negara federal. Pendapat ini ditolak oleh para pemimpin RI, dan menyatakan bahwa APRIS merupakan suatu tentara nasional yang tugasnya mencakup seluruh wilayah RIS. Bagi bekas anggota KNIL, KM dan KL diberika pilihan, bersedia ditransformasi menjadi APRIS atau mengundurkan diri dari dinas militer. Beberapa pemimpin NIT tetap pada pendirianya meonolak masuknya APRIS/TNI ke wilayah Indonesia Timur. Guna memcahkan masalah kontroversial ini, pada bulan desember 1949, Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku Mentri Pertahanan RIS bertolak ke Makassar bersama dua tokoh Negara Indonesia Timur, Ir. Putuhena dan Letnan Kolonel A.J.Mogokinta. Mereka melakukan pembicaraan dengan para pemimpin NIT. Dalam pembicaraan tersebut diikutsertakan Kapten Julius Tahija, salah seorang perwakilan KNIL. Akhirnya dicapai kesepaktan antara Mentri Pertahanan RIS, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan  Anak Agung Gde Agung selaku Perdana Mentri NIT selaku Perdana Mentri NIT yang juga menjabat sebagai Mentri Dalam Negeri RIS serta Dr. Soumokil selaku Wakil Perdana Mentri NIT. Kesepaktan yang bertujuan untuk melapangkan jalan transformasi dari KNIL ke APRIS terdiri atas empat (4) pokok  yaitu: 

  1. Keamanan di NIT akan ditanggung oleh NIT
  2. Pemerintah RIS tidak mengangkat Gubernur militer di NIT, seperti di Jawa dan Sumatera
  3. Apabila pemerinyah NIT tidak mampu menjamin keamanan, bantuan APRIS/TNI dapat diminta
  4. Di NIT dibentuk suatu Komisi Militer dan Teritorial Indonesia Timur (KMIT), yang bertanggung jawab mengenai soal-soal kemiliteran. Anggotanya terdiri atas Ir. Putuhena, Letkol A.J. Mokoginta dari pihak RIS dan Mayor Nanlohy dari pihak KNIL.

Bersamaan dengan hari penandatanganan pnyerahan kedaulatan pada tnggal 27 Desember 1949. Kolonel Schotborg, Panglima Divisi KNIL Indonesia Timur, menyerahkan tanggung jawab keamanan kepada Letkol A.J. Mokoginta. Mokoginta didampingi oleh Mayor Pieters, perwira menengah dari formasi Brigade-16 (Brigade Seberang), menerima tanggung jawab keamanan seluruh NIT meskipun hanya dikawal oleh kesatuan kecil. Tugas pokok ketua Komisi adalah mempersiapkan penyusunan Komando Tentara dan Teritorim Indonesia Timur. Ia kemudian memanggil beberap perwira mantan Brigade 16, yaitu Mayor H.N. Sumual, Mayor Saleh Sahade dan Kapten Hertasning. Mereka ditugasi untuk mendaftar kembali para pejuang bersenjata Sulawesi Selatan dan merekrut pejuang untuk memperoleh imbangan kekuatan karena transformasi berjalan sangat lambat. Akan tetapi tawaran pemerintah RIS kepada mantan KNIL ditanggapi dengan reaksi negatif.

            Pada 1 maret 1950, pejabat Kepala Staf APRIS Kolonel T.B. Simatupang berangkat ke Makassar untuk melakukan pembicaraan dengan pimpinan. Hal ini dikarenakan sebagian dari pimipina KNIL menghendaki kesatuan KNIL setelah ditransformasikan ke APRIS, tetap berada di wilayah negara bagian masing-masing. Kehendak ini tentu saja tidak dapat diterima oleh pimpinan APRIS. Pembicaran tersebut tidak menghasilkan kesepakatan. Akan tetapi, terdapat faktor yang mempunyai pengaruh terhadap upaya transformasi ini, yaitu tekanan dari rakyat. Pada 17 maret 1950, di Makassar terjadi demonstrasi besar yang menuntut pembubaran NIT. Sebagai akibat dari peristiwa itu, banyak bintara KNIL yang merasa takut kehilangan legalitas. Seorang Bintara KNIL kemudian menyelenggarakan rapat mengajukan mosi kepada pimpinan APRIS agar mantan KNIL segera ditransformasikan ke APRIS namun menolak masuknya TNI ke Makassar dan wilayah NIT.

            Pada tanggal 30 Maret 1950, Kapten Andi Aziz yang dilantik sebagai APRIS bersama kompinya melapor kepada Letkol Mokoginta, sementara itu pimpinan APRIS  memutuskan kesatuan TNI bekas Brigade-16 (Brigade Seberang) yang berkekuatan tiga batalion dikembalikan ke daerah asalnya yaitu Sulawesi. Salah satu batalion yang mendapat perintah kembali ke Sulawesi adalah Batalion Worang, yang ada pada waktu itu tiba di Makassar pada 5 April 1950. Tatkala batalion ini berada di perairan Makassar, pada 4 April 1950 Letkol Mokoginta dan Kapten Tahija mengadakan pembicaraan dengan para mantan KNIL untuk mencegah kemungkinan terjadinya bentrokan saat Batalion Worang mendarat. Kedua belah pihak sepakat untuk tidak saling bermusuhan.   

Pemberontakan ini diawali dengan adanya konflik di Sulawesi Selatan yang terjadi pada bulan April 1950. Kekacauan yang terjadi di Makassar berupa demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti federal, mereka mendesak Negara Indonesia Timur supaya menggabungkan diri dengan Republik Indonesia. Sedangkan disisi lain yang pro terhadap federal tetap mendukung adanya negara federal ini. Adanya dualisme diantara masyarakat Makassar saat itu menyebabkan konflik diantara keduanya.

Untuk menjaga keamanan di Makassar, pada tanggal 5 April 1950 pemerintah mengutus satu batalion TNI dari Jawa untuk mengamankan Makassar. Kedatangan TNI ke daerah tersebut dianggap oleh masyarakat pro federal sebagai sebuah ancaman. Kemudian masyarakat yang pro federal ini mendirikan sebuah Pasukan Bebas di bawah pimpinan Andi Azis. Andi Azis beranggapan bahwa masalah kemanan di Sulsel akan menjadi tanggung jawabnya.Pada April 1950, pasukan Andi Azis berhasil menyerang markas TNI di Makassar dan berhasil menawan Letkol Mokoginta.

Jadi dapat disimpulkan mengenai sebab terjadinya pemberontakan Andi Azis, sebagai berikut:

1. Keamanan Negara Indonesia Timur merupakan tanggungn jawab bekas KNIL, bukan TNI

2. Pro Federal akan tetap mempertahankan berdirinya NIT

Alasan mengapa Kapten Andi Aziz melakukan penyerangan? Kedatangan batalyon Worang rupanya ditafsirkan oleh Andi Aziz sebagai larangan pembubaran NIT dan sikap permusuhan terhadap daerahnya. Peristiwa ini merupakan cetusan keresahan pada satuan bawah yang tidak terbendung. Di kalangan bawahan APRIS yaitu mantan KNIL timbul kekhawatiran akan diperlakukan secara diskrimanatif oleh pimpinan APRIS/TNI dan menjadi causal factor timbulnya reaksi dan tindaka kekerasan itu.

 

  1. Upaya Penumpasan Gerakan Andi Azis

Presiden RIS  dan pemerintah pusat RIS bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 pemerintah mengeluarkan ultimatum kepada Andi Azis untuk menghentikan aksinya dengan melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggung jawabkan aksi pemberontakannya selama 4x24 jam. Pasukan yang terlibat dalam pemberontakan tersebut diperintahkan untuk menyerahkan diri. Tanggal 15 April 1950 Andi Azis melangsungkan kepergiannya ke Jakarta setelah didesak oleh Sukawati (Presiden Negara NIT). Namun karena keterlambatannya Andi Azis akhirnya ditangkap dan diadili. Pasukan TNI yang dipimpin oleh Mayor H.V Worang terus melanjutkan pendaratannya di Sulawesi Selatan. Pada tanggal 21 April, pasukan TNI berhasil menguasai Makassar tanpa adanya perlawanan dari pihak kontra. Namun keamanan yang telah tercipta tersebut tidak berlangsung lama hal ini disebabkan karena keberadaan anggota KNIL yang memprovokasi dan berhasil menyulut emosi APRIS pada saat APRIS akan meninggalkan Makassar. Alhasil bentrokan pun kembali terjadi antara pasukan APRIS dan KNIL.

Pertempuran antra APRIS dan KNIL terjadi pada tanggal 5 Agustus 1950. Pertempuran antara APRIS dan KNIL membuat kondisi di wilayah Makassar menjadi menegangkan. Namun  pada akhirnya pasukan APRIS berhasil membendung serangan para tentara KNIL dengan mengepung kantong-kantong militer KNIL di Makassar.

Pada tanggal 8 Agustus 1950, pimpinan KNIL Jendral Scheffelaar melakukan perundingan dengan pihak TNI yang pada waktu itu diwakili oleh Alex Kawilarang. Hasil perundingan diantara keduanya menandakan berakhirnya pertempuran dan pihak KNIL akan keluar dari Makssar.

 

  1. Dampak Pemberontakan Andi Azis

Setelah kabinet Tetengken jatuh terbentuk Kabinet NIT baru yang dipimpin oleh Ir.Diapari sebagai perdana Mentri. Terbentuknya kabinet Diapari serta-merta mendapat oposissi keras dari Fraksi Republikan di Parlemen dan berusaha untuk menjatuhkanya secepatnya. Sebaliknya, Diapari tetap pada pendirianya mempertahankan NIT dengan prinsip federalisme. Dalam suasana memuncaknya konflik politik tersebut, pecah peristiwa pembangkangan Andi Aziz pada 5 April 1950 yang disusun dengan pecahnya insiden-insiden lanjutan. Pemerintah RIS pada tanggal 7 April 1950 memutuskan membentuk Komando Indonesia Timur serta menunjuk kolonel A.E. Kawilarang sebagai Panglima dan Letkol Sentot Iskandar Dinata sebagai kepala stafnya. Komando ekspedisi mengerahkan kekuatan satu divisi angkatan darat, yang diperkuat dengan ALRIS dan AURIS APRIS/TNI untuk memasuki Sulawesi Selatan. Setelah perairan Makasaar diblokade oleh ALRIS pasukan TNI kemudian mendarat pada tanggal 26 April 1950.

Untuk meredakan kegelisahan dan kekacauan di Sulawesi Selatan setelah terjadinya Insiden Andi Aziz, pada tingkat politik, Perdana Mentri RIS Mohammad Hatta mengambil prakarsa mengadakan pembicaraan dengan pihak NIT. Pada tanggal 9 April 1950 di Jakarta diadakan pembicaraan segitiga antara pemerintah RIS, Pemerintah RI, dan pihak NIT.Pemerintah RIS diwakili oleh Anak Agung Gde Agung (Mentri Dalam Negeri RIS), dr. J. Leimena (Mentri Kesehatan), Pemerintah RI diwakili oleh  Abdul Hakim (Wakil Perdana Mentri) dan Ir. Sitompul (Mentri Pekerjaan Umum RI). Adapun pihak NIT diwakili oleh dr. W.J. Ratulangi, Kapten Julius Tahija (didampingi Letkol Mokoginta), dr. S. Benol, Burhanuddin, dr. Teng Jieng Leng dan Sahetapy Angel. Keputusan dari pembicaraan tersebut meliputi :

1)      Persoalan ketatanegaraan NIT harus disesuaikan berdasarkan semangat persatuan bangsa

2)      RI tidak mempunyai niat untuk melebur suatu pemerintah daerah atau negara bagian tanpa persetujuan rakyat daerah.

3)      Persoalan NIT akan ditentukan oleh rakyatnya secara demokratis

Tercapainya kesepakatan tersebut memberi angin segar kepada tokoh-tokoh politik republiken. Mereka ingin agar kesepakatan kesepakatan yang telah dicapai disempurnakan dan NIT dimasukan ke wilayah RI. Di Parlemen NIT, kaum Republikan membentuk fraksi baru, Fraksi Kesatuan Indonesia. Sementara itu berita kedatangan pemerintah pusat RIS ke NIT mendapat tantangan dari Jaksa Agung NIT Dr.Mr. Chr. Soumokil. Ia merekrut sekitar 7.500 orang yang memiliki kualifikasi militer khusus yang disebut “polisi negara” dan ditugasu untuk menolak kedatangan pasukan ekspedisi. 

Adapun dampak dari peristiwa pemberontakan ini tentu mengkibatkan tewasnya korban jiwa diantara kedua belah pihak. Selain itu, wilayah Makassar berhasil dikuasai kembali oleh pemerintah RI dengan tertangkapnya Andi Azis dan menyerahnya tentara KNIL di Makassar. 

sumber : Samsul Farid. 2016. Buku Sejarah Indonesia Untuk SMA/MA Kelas XI.Bandung: Yrama Widya.

"Setelah kita selesai membaca dan menyimak secara mendalam artikel yang komprehensif mengenai Pemberontakan Andi Azis (April 1950), beserta latar belakang, kronologi, upaya penumpasan, dan dampaknya, kini saatnya kita melakukan evaluasi dengan menekan link berikut : LINK EVALUASI (klik disini)