1. Latar Belakang Pemberontakan
Kondisi Indonesia
di tahun-tahun awal kemerdekaan belum stabil, baik itu kondisi ekonomi, sosial,
maupun politik. Salah satu bentuk ketidakstabilan saat itu adalah munculnya
gerakan-gerakan separatis di beberapa daerah, yaitu gerakan yang bertujuan
untuk memisahkan diri dari Indonesia. Salah satunya yaitu pemberontakan yang
tejadi di Maluku Selatan (sekarang disebut Provinsi Maluku), yaitu
pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) yang dipelopori oleh seorang bekas Jaksa
Agung Negara Indonesia Timur (NIT), Mr. Dr. Christian Robert Soumokil.
Pemberontakan Andi
Azis, Westerling, dan Soumokil memiliki kesamaan tujuan yaitu, mereka tidak
puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Di dalam (Ricklefs, 1991:351-352) disebutkan bahwa di Indonesia Timur,
di mana banyak orang Ambon yang beragama Kristen adalah pro-Belanda yang telah
berperang melawan revolusi, menentang pembubaran federalisme. Mereka menganggap
Republik sebagai sebuah Negara yang didominasi oleh orang Jawa, kaum muslim,
dan tokoh-tokoh yang mereka pandang berhaluan kiri. Pemberontakan yang mereka
lakukan mengunakan unsur KNIL yang merasa bahwa status mereka tidak jelas dan
tidak pasti setelah KMB.
2.
Proses Berjalannya Pemberontakan
Pemberontakan RMS
yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil, bertujuan untuk
melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum
diproklamasikannya RMS (Republik Maluku Selatan), Gubernur Sembilan Serangkai
yang beranggotakan pasukan KNIL dan Partai Timur Besar terlebih dahulu
melakukan propaganda terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk
memisahkan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan RI. Di sisi lain, dalam
menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil mengumpulkan kekuatan dari
masyarakat yang berada di Maluku Tengah. Sementara itu, sekelompok orang yang
menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan RI diancam dan dimasukkan ke
penjara karena dukungannya terhadap NKRI dipandang buruk oleh Soumokil.
Pada tanggal 25
April 1950 para anggota RMS memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan
(RMS), dengan J. H Manuhutu sebagai Presiden dan Albert Wairisal sebagai
Perdana Menteri. Para menterinya terdiri atas Soumokil, D.J Gasperz, J. Toule,
S.J.H Norimarna, J.B Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nanlohy, Ir.J.A
Manusama, dan Z. Pesuwarissa. Pada tanggal 3 Mei 1950 Soumokil menggantikan
Munuhutu sebagai presiden RMS, dan pada 9 Mei dibentuk sebuah Angkatan Perang
RMS (APRMS) dan Sersan Mayor KNIL, D.J Samson diangkat sebagai panglima
tertinggi di angkatan perang tersebut. Sedangkan kepala stafnya, Soumokil
mengangkat sersan mayor Pattiwale. System kepangkatan yang digunakan mengikuti
system dari KNIL.
3.
Upaya Penumpasan Pemberontakan
Dalam upaya
penumpasan, pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan cara
berdamai. Cara yang dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan mengirim misi
perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh asli Maluku, yakni Dr. Leimena.
Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil. Bahkan, dalam
(Notosusanto, Nugroho, :264) disebutkan bahwa mereka meminta bantuan,
perhatian, dan pengakuan dari dunia luar, terutama dari negeri Belanda, Amerika
Serikat, dan Komisi PBB untuk Indonesia. Selanjutnya misi perdamaian yang
dikirim oleh pemerintah terdiri atas para pendeta, politikus, dokter, wartawan
pun tidak dapat bertemu langsung dengan pengikut Soumokil. Karena usaha
kompromi mengalami jalan buntu, maka akhirnya pemerintah terpaksa menumpas
pemberontakan tersebut dengan kekuatan senjata.
Pemerintah
melakukan operasi militer untuk membersihkan gerakan RMS dengan mengerahkan
pasukan Gerakan Operasi Militer (GOM) III yang dipimpin oleh seorang kolonel
bernama A.E Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan Teritorium
Indonesia Timur. Setelah pemerintah membentuk sebuah operasi militer,
penumpasan pemberontakan RMS pun akhirnya dilakukan pada tanggal 14 Juli 1950,
dan pada tanggal 15 Juli 1950, pemerintahan RMS mengumumkan bahwa Negara
Republik Maluku Selatan sedang dalam bahaya. Pada tanggal 28 September, pasukan
militer yang diutus untuk menumpas pemberontakan menyerbu ke daerah Ambon, dan
pada tanggal 3 November 1950, seluruh wilayah Ambon dapat dikuasai termasuk
benteng Nieuw Victoria yang akhirnya juga berhasil dikuasai oleh pasukan
militer tersebut.
Dengan jatuhnya
pasukan RMS yang berada di daerah Ambon, maka hal ini membuat perlawanan yang
dilakukan oleh pasukan RMS dapat ditaklukkan. Pada tanggal 4 sampai 5 Desember,
melalui selat Haruku dan Saparua, pusat pemerintahan RMS beserta Angkatan
Perang RMS berpindah ke Pulau Seram. Pada tahun 1952, J.H Munhutu yang tadinya
menjabat sebagai presiden RMS tertangkap di pulau Seram, Sementara itu sebagian
pimpinan RMS lainnya melarikan diri ke Negara Belanda. Setelah itu, RMS
kemudian mendirikan sebuah organisasi di Belanda dengan pemerintahan di
pengasingan (Government In Exile).
Beberapa
tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS yang tertangkap akhirnya dimajukan ke
meja hijau. Pada tanggal 8 Juni 1955, hakim menjatuhi sanksi hukuman tehadap :
a.
J.H Munhutu, Presiden RMS di Hukum selama
4 Tahun
b.
Albert Wairisal, menjabat sebagai Perdana
Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman 5 Tahun
c.
D.J Gasper, menjabat sebagai Menteri
Dalam Negeri di jatuhi hukuman 4 ½ Tahun
d.
J.B Pattirajawane, menjabat sebagai
Menteri Keuangan di jatuhi hukuman selama 4 ½ Tahun
e.
G.G.H Apituley, menjabat sebagai Menteri
Keuangan di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun
f.
Ibrahim Oharilla, menjabat sebagai Menteri
Pangan di jatuhi hukuman selama 4 ½ Tahun
g.
J.S.H Norimarna, menjabat sebagai Menteri
Kemakmuran di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun
h.
D.Z Pessuwariza, menjabat sebagai Menteri
Penerangan di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun
i.
Dr. T.A Pattirajawane, menjabat sebagai
Menteri Kesehatan di jatuhi hukuman selama 3 Tahun
j.
F.H Pieters, menjabat sebagai Menteri
Perhubungan di jatuhi hukuman selama 4 Tahun
k.
T. Nussy, menjabat sebagai Kepala Staf
Tentara RMS di jatuhi hukuman selama 7 tahun
l.
D.J Samson, menjabat sebagai Panglima
Tertinggi Tentara RMS di jatuhi hukuman selama 10 Tahun
Sementara
itu, Dr. Soumokil, pada masa itu ia masih bertahan di hutan-hutan yang berada
di pulau Seram sampai akhirnya ditangkap pada tanggal 2 Desember 1963. Pada
Tahun 1964, Soumokil dimajukan ke meja hijau. Selama persidangan Soumokil
berlangsung, meskipun ia bisa berbahasa Indonesia, namun pada saat itu ia
selalu memakai Bahasa Belanda, sehingga pada saat persidangan di mulai, hakim
mengutus seorang penerjemah untuk membantu persidangan Soumokil. Akhirnya pada
tanggal 24 April 1964, Soumokil akhirnya dijatuhi hukuman mati. Eksekusi pun
dilaksanakan pada tanggal 12 April 1966 dan berlangsung di Pulau Obi yang
berada di wilayah kepulauan Seribu di sebelah Utara Kota Jakarta. Sepeninggal
Soumokil, sejak saat itu RMS berdiri di pengasingan di Negeri Belanda.
Pengganti Soumokil adalah Johan Manusama. Ia menjadi presiden RMS pada tahun
1966-1992, selanjutnya digantikan oleh Frans Tutuhatunewa sampai tahun 2010 dan
kemudian digantikan oleh John Wattilete.
setelah membaca dan memahami artikel di atas mengenai pemberontakan Republik Maluku Selatan, kerjakan evaluasi melalui tautan berikut : evaluasi klik disini
SUMBER :
1.
Tim Penyusun. 2017. Buku Peserta didik Sejarah Indonesia untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
2.
Tim Penyusun. 2017. Buku Guru Sejarah Indonesia untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
3.
Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
(Hlm 351-352)
4. Notosusanto, Nugroho. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka