-->

Didisen Secercah Harta Nelayan Gayo

Dengan beragam pertanyaan yang muncul di dalam pikiran seorang anak Gayo yang hidup pada abad 21, dimana faktanya bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia bahkan dapat mempengaruhi perkembangan kebudayaan yang telah tercipta, dibina, dan dilestarikan dari zaman ke zaman oleh empunya budaya dan kneturunannya. Petanyaan ini begitu sesak jika belum menemukan jawaban sebagai titik terangnya. Petanyaan yang ingin dimuntahkan oleh pikiran ini ialah mengenai betapa langkanya penggunaan Didisen sebagai salah satu dari banyak alat penangkap ikan secara tradisional suku Gayo yang kepatenannya hampir punah ditelan perkembangan dunia.
Pada akhir abad 20 masih banyak ditemukan didisen di sekitar Danau Laut Tawar yang digunakan untuk menangkap ikan depik (Lasbora Tawarnensis sp) yang merupakan ekosistem penghasilan utama para nelayan Gayo. Hal ini dikarenakan masih tingginya pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap cara menangkap ikan depik dengan tidak merusak sirkulasi perkembangbiakan ikan tersebut. Penggunaan Didisen sebagai media penangkapan ikan sangat efektif membantu menjaga dan melestarikan keberadaan ikan depik ini dari dampak kepunahan. Sebagaimana kita tahu bersama bahwa ikan depik adalah satu-satunya jenis ikan dunia yang hanya ada di Danau Laut Tawar. Dalam satu literatur menjelaskan bahwa Didisen adalah salah satu cara penangkapan ikan secara tradisional yang telah dipraktekkan secara turun temurun di kalangan Suku Gayo yang hidup di Pedalaman Provinsi Aceh tepatnya di Kabupaten. Kabupaten Aceh Tengah yang dikaruniai dengan potensi Danau Laut Tawar memiliki banyak sumber daya perikanan yang begitu melimpah. Hal ini membuat masyarakat nelayan di Danau Laut Tawar memiliki berbagai macam cara atau teknologi dalam menangkap ikan. A.R. Hakim Aman Pinan (seorang ahli antropologi dari Gayo) menyebutkan ada sekitar 27 jenis alat dan cara menangkap ikan secara tradisional yang ada di Gayo. Salah satunya ialah dengan membuat Didisen.
Selanjutnya dijelaskan bahwa didisen yang ada di Danau Laut Tawar merupakan cara menangkap ikan dengan memanfaatkan mata air yang keluar dari perut bumi yang banyak terdapat di pinggiran Danau. Daerah sekitar mata air biasanya merupakan tempat ikan depik atau rumah ikan yang memang sangat banyak terdapat pada keadaan dimana air sangat bersih dan dingin. Disanalah kemudian nelayan Gayo membuat semacam bendungan dengan maksud agar ikan depik dapat masuk ke dalam didisen tersebut.
Menurut pernyataan di atas, didisen ternyata pada dasarnya seperti membuat rumah ikan depik agar spesies ini dapat berkembang biak dengan baik dan ketika sudah besar dapat dipanen oleh nelayan untuk meningkatkan perekonomian keluarga dengan tidak merusak siklus kehidupan ikan ini. Cara ini adalah cara aman untuk menjaga kelestarian ikan depik agar tidak terjadi kelangkaan yang berdampak pada kepunahan ikan ini.
Kembali kepada pertanyaan yang membuat pekik pemikiran, dimanakah keberadaan didisen saat ini. Mengapa sudah jarang melihat para nelayan memanen ikan dengan cara ini. Apakah didisen telah dilupakan saat ini. Apakah jika ditinjau dari faktor ekonomi, penggunaan didisen tidak terlali dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat atau mungkin didisen cara lama yang memang sudah sangat kuno jikalau digunakan. Memang pada dasarnya didisen tidak selalu dapat dipanen, ada rentang waktu masa panen yakni harus menunggu agar ikan depik memiliki bobot sebagai ikan konsumsi masyarakat.
Apakah kita sekalian sadar tentang mahalnya harga ikan depik dipasaran saat ini. Hal ini pasti tidak terlepas dari sulitnya mendapatkan ikan ini. Betapa tidak sulit coba, setiap hari ikan depik ini ditangkap menggunakan alat penangkap ikan modern demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga nelayan. Memang ekonomi adalah hal yang mampu merubah prinsip kehidupan, tidak ada uang maka tidak bisa makan atau ada uang abang sayang gak ada uang abang ditendang. Dengan uang semua dapat dibeli dan didapatkan. Mungkin itulah alasan utama mengapa penggunaan didisen sangat jarang ditemukan dewasa ini. Hal ini sangat disayangkan karena dapat berdampak pada hilangnya didisen dimasa yang akan datang sehingga hanya tinggal cerita yang mampu melengkapi sejarah perjalanan suku Gayo di dunia ini. Baiklah agar didisen memiliki gambaran, dibawah ini ada sedikit penjelasan tentang didisen untuk menambah wawasan kita bersama.  
Didisen sebagai kesatuan alat yang utuh terdiri dari beberapa bagian-bagian, antara lain:
  1. Segapa yaitu alat yang digunakan sebagai perangkap ikan depik. Alat ini bentuknya seperti bubu, cara kerjanya ketika ikan mulai masuk maka ikan-ikan tadi tidak akan bisa keluar lagi.
  2. Batur, yaitu rumah-rumahan sebagai tempat ikan depik berkumpul sebelum masuk ke dalam tong melewati segapa. Rumah-rumahan ini juga berfungsi untuk menahan ombak dan angin dengan suasana yang gelap dan teduh di bagian dalamnya.
  3. Tong, yaitu wadah berbentuk kotak persegi sebagai tempat menampung ikan yang terperangkap dan juga sebagai saluran air yang keluar dari mata air menuju danau.
  4. Genuren yaitu tempat untuk menjemur ikan depik yang tertangkap.
  5. Ceras adalah alat penggaruk yang digunakan membersihkan lumpur dalam agar terbongkar atau terangkat dari dasar tong.
  6. Sapu Jut yaitu alat yang digunakan untuk membersihkan sisa-sisa kotoran dalam didisen setelah di ceras.

Cara kerja didisen sebenarnya sangat sederhana, yaitu dengan memanfaatkan aliran air yang mengalir dari mata air di pinggir danau. Kemudian dari mata air tersebut dibuat aliran yang berbentuk sungai kemudian di pasang kotak tempat menampung ikan-ikan depik yang terperangkap. Nelayan di Danau Laut Tawar biasa menyebut kotak perangkap tersebut dengan istilah "tong". Tong yang dibuat untuk perangkap ikan depik ini tidak boleh menggunakan kayu yang beraroma menyengat ataupun mudah lapuk, karena sebagian dari kayu-kayu yang dibuat semacam bendungan ini nantinya terendam oleh aliran air. Masyarakat nelayan di Danau Laut Tawar biasa memakai kayu yang disebut dengan Kayu Juer. Kayu Juer ini merupakan kayu yang tahan lama, tidak mudah lapuk dan memiliki aroma yang netral. Sehingga tidak akan mempengaruhi aroma air yang mengalir. Seperti yang terdapat di Desa Gegarang, disebutkan oleh pemiliknya bahwa kayu yang digunakan untuk Didisen miliknya telah berumur lebih dari 20 tahun.
Setelah tong disusun, pada bagian dasar tong ditabur dengan batu-batu kecil atau kerikil. Kemudian di bagian pertemuan antara aliran mata air dengan pinggiran danau dibuat semacam tempat tertutup untuk persembunyian ikan yang disebut Batur. Bentuk Batur ini seperti rumah-rumahan yang terbuat dari kayu dan ditutup dengan daun-daunan sampai rapat. Masyarakat nelayan Danau Laut Tawar juga memiliki kebiasaan menggunakan daun dan juga batang dari tanaman Serule sebagai penutup rumah-rumahan tempat bersembunyinya ikan depik, namun ada juga nelayan menyebutnya dengan daun Dun. Penggunaan tanaman Serule ini dikarenakan memiliki daya tahan yang lebih lama bila dibandingkan dengan tanaman-tanaman lain. Selain itu ketika sedang datang musim depik, angin yang berhembus cukup kencang dan tanaman Serule yang dijadikan penutup ini lebih tahan terhadap terpaan angin dan tidak mudah rusak. Dengan semakin berkurangnya tanaman Serule di habitat aslinya, kini nelayan yang memiliki Didisen menanam sendiri tanaman tersebut. Hal ini untuk mempermudah dalam setiap pergantian tutup ketika daun-daun Serule yang digunakan untuk Didisen telah layu. Kebiasaan nelayan dalam mengganti tanaman Serule untuk Didisen biasanya setiap lima sampai enam bulan sekali ketika musim hujan dan setiap tiga bulan sekali ketika musim kemarau.
Setelah tong terpasang, langkah selanjutnya ialah memasang sebuah alat dari bilahan bambu, disebut Segapa diantara tempat untuk bersembunyi ikan dan perangkap. Segapa ini dipasang agar setelah ikan depik masuk ke dalam perangkap, ikan-ikan tidak dapat keluat lagi.
Sebelum didisen digunakan, terlebih dahulu nelayan akan membersihkan dahulu tong pada didisen. Kebiasaan ini dilakukan nelayan ketika musim depik  akan segera datang dengan tanda-tanda yang mereka sudah kenali. Kegiatan membersihkan ini biasanya menggunakan alat yang disebut dengan Ceras, yaitu penggaruk untuk membersihkan lumpur ataupun lumut yang menempel pada batu atau dasar tong. Kemudian kotoran yang telah terangkat tadi dibersihkan lagi dengan Sapu Jut agar tong benar-benar bersih dari kotoran.
Pada saat musim depik tiba, rombongan ikan-ikan depik dengan sendirinya akan menuju  ke arah didisen karena dari dalam didisen ini  mengalir air beraih serta dingin yang sangat disukai ikan depik untuk bertelur. Ikan depik  yang masuk.ke dalam tong tersebut kemudian akan bertelur dengan cara menggesekkan badannya ke batu-batu kerikil yang telah disusun tersebut. Semakin lama jimlah ikan depik  yang terperangkap mulai bertambah banyak, karena banyak kawanan ikan depik lainnya yang ikut masuk ke dalam tong, yang diyakini nelayan karena tertarik dengan aroma ikan depik  yang terlebih dahulu masuk ke tong.
Kemudian dalan beberapa hari setelah banyak ikan depik yang terperangkap dalam didisen, nelayan akan mengambilnya dengan hati-hati. Cara mengambil ikan ini tidak bisa seenaknya, tapi dengan tetap menjaga kebersihan didisen. Hal ini dikarenakan ikan depik sangat sensitif dengan air yang kotor, misalnya saja ketika ikan diambil dari didisen tidak boleh ada satu pun ikan yang tertinggal dalam keadaan mati. Aroma yang menyengat akan membuat ikan depik menjauhi didisen. Selain itu kayu yang dibuat untuk didisen pun harus kayu pilihan dan bukan asal kayu, karena aroma dari kayu yang terendam dalam aliran air tersebut juga turut berpengaruh.
Ketika ikan depik mulai diangkat dengan menggunakan durung atau jaring kecil yang bisa digunakan dengan satu tangan, akan terlihat telur ikan depik  yang akan hanyut ke perairan danau dan kemudian nantinya akan menetas.
Melihat struktur dari lokasi didisen, boasanya berada di daerah agak terjal dan bertebing. Tempat-tempat yang datar biasanya tidak akan dijumpai didisen. Sehingga didisen ini lebih banyak dijumpai di daerah sebelah Utara daripada di sebelah Selayan Danau Laut Tawar karena di daerah Utara danau memang struktur lokasinya bertebing dan terjal.
Melihat lebih detail lagi bentuk fisik dari didisen, dapat dikatakan bahwa teknologi kenelayanan dapat dipraktekkan masyarakat nelayan Danau Laut Tawar ini sangat paham dengan kondisi dan lingkungan alam yang dihuninya. Bagaimana memperhatikan kebiasaan-kebiasaan ikan depik yang selalu mencari air yang bersih dan dingin kemudian ikan ini juga menyukai tempat yang gelap dan tertutup, menjadikannya didisen sebagai salah satu pilihan tepat masyarakat nelayan Danau Laut Tawar. Alam bukan untuk dilawan tetapi bagaimana mampu memanfaatkan kelebihan yang dimiliki. Sebuah bentuk kearifan lokal yang harus dipertahankan.

Ketika sebuah teknologi yang ramah dengan lingkungan memiliki banyak keunggulan, adakalanya juga tak mampu memenuhi keinginan-keinginan manusia sebagai agen pengkonsumsi paling besar di dunia. Saat ini banyak nelayan Danau Laut Tawar yang sudah tidak lagi memakainya sebagai salah satu cara untuk menangkap ikan. Banyak alasan diutarakan, seperti musim kemarau yang berkepanjangan yang membuat banyak mata air berkurang debit airnya. Semakin gundulnya hutan yang membuat mata air tak lagi mengalir, hingga masalah musim ikan depik yang hanya terjadi pada bulan-bulan tertentu saja.