Apa
yang sobat ketahui tentang agama Hindu dan Buddha? ya tepat sekali,
agama Hindu dan Buddha adalah dua diantara enam agama yang diakui di
Indonesia. nah pada artikel kali ini kita akan membahas tentang
bagaimana awal mula masuknya agama Hindu dan Buddha ke Indonesia. Mari
simak penjelasan berikut ini.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang letaknya strategis, berada di jalur pelayaran yang menghubungkan negara-negara Barat dan Timur. Berlabuhnya kapal-kapal dagang dari berbagai negara membuat masyarakat Indonesia tidak dapat menghindar dari pengaruh luar. Faktor lainnya adalah alam, seperti pla angin musim yang berubah tiap enam bulan sekali, yang memudahkan kapal-kapal dagang singgah di Indonesia dalam waktu yang cukup lama.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang letaknya strategis, berada di jalur pelayaran yang menghubungkan negara-negara Barat dan Timur. Berlabuhnya kapal-kapal dagang dari berbagai negara membuat masyarakat Indonesia tidak dapat menghindar dari pengaruh luar. Faktor lainnya adalah alam, seperti pla angin musim yang berubah tiap enam bulan sekali, yang memudahkan kapal-kapal dagang singgah di Indonesia dalam waktu yang cukup lama.
Hubungan dagang antara Indonesia dan
India diawali sejak tahun 1 Masehi. Hubungan perdagangan ini diikuti pula
dengan hubungan kebudayaan seperti agama, sistem pemerintahan, sosial dan
budaya sehingga terjadi percampuran kebudayaan di antara dua bangsa tersebut.
Hubungan itu membuat bangsa Indonesia mengenal agama Hindu dan Buddha.
Masuknya agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia pada masa lampau
telah banyak mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat nusantara.
Kendati demikian, kisah tentang bagaimana proses masuknya agama dan kebudayaan
ini di masa lampau masih menjadi misteri. Dugaan-dugaan yang diutarakan para
ahli tentang teori masuknya Hindu ke Indonesia berdasarkan bukti-bukti yang ditemukannya
masing-masing juga ada banyak sekali.
Awal hubungan dagang
antara penduduk
Kepulauan Nusantara dan India bertepatan dengan perkembangan
pesat dari agama
Buddha. Pendeta-pendeta Buddha menyebarkan ajarannya ke seluruh
penjuru dunia
melalui jalur perdagangan tanpa menghitungkan kesulitan-kesulitan
yang ditempuhnya.
Mereka mendaki Himalaya untuk menyebarkan ajaran Buddha di
Tibet. Dari
Tibet mereka melanjutkan ke arah utara hingga sampai ke Cina.
Kedatangan mereka itu biasanya disampaikan terlebih
dahulu, sehingga
ketika tiba di tempat tujuan mereka dapat bertemu dengan
kalangan istana.
Mereka biasanya mengajarkan agama dengan penuh ketekunan.
Mereka juga membentuk
sebuah sanggha dengan biksu-biksu setempat, sehingga
muncul suatu ikatan
langsung dengan India, tanah suci agama Buddha.
Kedatangan para biksu dari India ke negara-negara lain itu,
memunculkan keinginan
para penduduk daerah setempat untuk pergi ke India mempelajari
agama Buddha
lebih lanjut. Para biksu lokal itu kemudian kembali dengan
membawa kitab-kitab suci, relik, dan kesan-kesan. Bosch
menyebut gejala ini dengan “arus balik”. Pengaruh Buddha di Indonesia dapat dijumpai
pada beberapa temuan arkeologis.
Satu bukti adalah
ditemukannya arca Buddha terbuat dari perunggu di daerah Sempaga, Sulawesi Selatan.
Menurut ciri-cirinya, arca Sempaga memperlihatkan langgam seni arca Amarawati dari
India Selatan. Arca sejenis juga ditemukan di daerah Jember, Jawa Timur dan daerah
Bukit Siguntang, Sumatra Selatan. Di daerah Kota Bangun, Kutai, Kalimantan
Timur, juga ditemukan arca Buddha. Arca Buddha itu memperlihatkan ciri seni
area dari India Utara. Kalau begitu kapan kebudayaan Hindu-Buddha dari India itu
masuk ke Kepulauan Indonesia?
Terdapat berbagai
pendapat mengenai proses masuknya Hindu-Buddha atau sering disebut Hindunisasi.
Sampai saat ini masih ada perbedaan pendapat mengenai cara dan jalur proses
masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Buddha di Kepulauan Indonesia. Beberapa
pendapat (teori) tersebut dijelaskan pada uraian berikut:
Teori
Ksatria
Pertama,
sering disebut dengan teori Ksatria. Dalam kaitan ini R.C. Majundar
berpendapat, bahwa munculnya kerajaan atau pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia
disebabkan oleh peranan kaum ksatria atau para prajurit India. Para prajurit
diduga melarikan diri dari India dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia
dan Asia Tenggara pada umumnya. Namun, teori Ksatria yang dikemukakan oleh R.C.
Majundar ini kurang disertai dengan bukti-bukti yang mendukung. Selama ini belum
ada ahli yang dapat menemukan bukti-bukti yang menunjukkan adanya ekspansi dari
prajurit-prajurit India ke Kepulauan Indonesia. Kekuatan teori ini terletak
pada semangat petualangan para kaum ksatria.
Teori ksatria juga
dikemukakan oleh F. D. K Bosch, menurutnya pada masa lampau di India sering
terjadi perang antargolongan. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi
perang lantas meninggalkan India. Rupanya, di antara mereka ada pula yang
sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan
koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses
penyebaran agama dan budaya Hindu. Adapun kelemahan teori ini ialah tidak
adanya bukti tertulis bahwa pernah terjadi kolonisasi oleh para ksatria India.
Teori Waisya
Kedua, teori Waisya.
Teori ini terkait dengan pendapat N.J. Krom yang mengatakan bahwa kelompok yang
berperan dalam dalam penyebaran Hindu-Buddha di Asia Tenggara, termasuk Indonesia
adalah kaum pedagang. Pada mulanya para pedagang India berlayar untuk
berdagang. Pada saat itu jalur perdagangan ditempuh melalui lautan yang
menyebabkan mereka tergantung pada musim angin dan kondisi alam. Bila musim
angin tidak memungkinkan maka mereka akan menetap lebih lama untuk menunggu
musim baik. Para pedagang India pun melakukan perkawinan dengan penduduk
pribumi dan melalui perkawinan
tersebut mereka
mengembangkan kebudayaan India. Menurut G. Coedes, yang memotivasi para pedagang
India untuk datang ke Asia Tenggara adalah keinginan untuk memperoleh barang
tambang terutama emas dan hasil hutan.
Teori waisya
diragukan kebenarannya. Jika para pedagang yang berperan terhadap penyebaran
kebudayaan, maka pusat-pusat kebudayaan mestinya hanya terdapat di wilayah
perdagangan, seperti di pelabuhan atau di pusat kota yang ada didekatnya.
Kenyataannya, pengaruh kebudayaan Hindu ini banyak terdapat di wilayah
pedalaman, seperti dibuktikan dengan adanya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu di
pedalaman Pulau Jawa.
Teori Brahmana
Ketiga, teori Brahmana.
Teori tersebut sesuai dengan pendapat J.C. van Leur bahwa Hinduisasi di
Kepulauan Indonesia disebabkan oleh peranan kaum Brahmana. Pendapat van Leur didasarkan
atas temuan-temuan prasasti yang menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf
Pallawa. Bahasa dan huruf tersebut hanya dikuasai oleh kaum Brahmana. Selain
itu, adanya kepentingan dari para penguasa untuk mengundang para Brahmana
India. Mereka diundang ke Asia Tenggara untuk keperluan upacara keagamaan. Seperti
pelaksanaan upacara indisiasi yang dilakukan oleh para kepala suku agar mereka
menjadi golongan ksatria. Pandangan ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan
oleh Paul Wheatly bahwa para penguasa lokal di Asia Tenggara sangat
berkepentingan dengan kebudayaan India guna mengangkat status sosial mereka.
Teori ini juga diragukan kebenarannya karena kendati benar hanya para brahmana
yang dapat membaca dan menguasai Weda, para pendeta Hindu itu pantang
menyeberangi lautan.
Teori Arus Balik
Menurut teori yang dikembangkan oleh G. Coedes ini, berkembangnya
pengaruh dan kebudayaan Hindu dilakukan bangsa Indonesia sendiri. Bangsa
indonesia sendiri mempunyai kepentingan untuk datang dan berkunjung ke India,
seperti mempelajari agama Hindu dan Buddha. Sekembalinya dari India, mereka
membawa serta pengetahuan tentang agama dan kebudayaan di India.
Pandangan ini dapat
dikaitkan dengan pandangan F.D.K. Bosch yang menyatakan bahwa proses Indianisasi
di Kepulauan Indonesia dilakukan oleh kelompok tertentu, mereka itu terdiri
atas kaum terpelajar yang mempunyai semangat untuk menyebarkan agama Buddha.
Kedatangan mereka disambut baik oleh tokoh masyarakat. Selanjutnya karena
tertarik dengan ajaran Hindu-Buddha mereka pergi ke India untuk memperdalam
ajaran itu. Lebih lanjut Bosch mengemukakan bahwa proses Indianisasi adalah
suatu pengaruh yang kuat terhadap kebudayaan lokal.
Berdasarkan teori-teori
yang dikemukan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa masyarakat di
Kepulauan Indonesia telah mencapai tingkatan tertentu sebelum munculnya
kerajaan yang bersifat Hindu-Buddha. Melalui proses akulturisasi, budaya yang
dianggap sesuai dengan karakteristik masyarakat diterima dengan menyesuaikan
pada budaya masyarakat setempat pada masa itu.