Dalam
sebuah catatan sejarah disebutkan bahwa Kartosoewirjo atau yang lebih
dikenal dengan nama lengkap Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, adalah
seorang pendiri Negara Islam Indonesia (NII) yang berpusat di
Tasikmalaya, Jawa Barat. Kartosoewirjo dilahirkan pada tanggal 7 Januari
1905 di kota Cepu, Jawa Tengah. Kartosoewirjo adalah nama kecilnya,
sementara dua nama didepannya, Sekarmadji Maridjan, adalah nama
dewasanya yang tak lain adalah nama ayahnya. Kartosoewirjo menyandang
nama ayahnya karena ingin bisa memiliki pengaruh yang cukup besar di
masyarakat. Ayah Kartosoewirjo adalah seorang pribumi yang bekerja
sebagai pegawai gubernemen Hindia Belanda dengan jabatan Menteri
Kehutanan. Jabatan yang dekat dengan lingkungan rasional Hindia Belanda
ini sangat mempengaruhi pola asuh kepada Kartosoewirjo. Maka dari kecil,
Kartosoewirjo telah tumbuh dalam lingkungan keluarga liberal.
Kartosewirjo
adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Kakak pertamanya adalah
seorang perempuan, yang ketika tahun 1950-an pindah ke Surakarta bersama
suaminya dan hidup makmur disana. Sementara, kakak keduanya adalah
laki-laki, yang ketika berusia 27 tahun menjadi pemimpin Serikat Buruh
Kereta Api (SBKA) yang dibentuk pada tahun 1920 an.
Ketika
Kartosoewirjo berumur empat tahun, ia diajak pindah ke Bojonegoro.
Waktu itu ayahnya dipindahtugaskan ke Bojonegoro. Ketika menginjak usia
enam tahun, Kartosoewirjo dimasukkan ke sekolah ISTK (Inlandsche School
der Tweede Klasse) di Pamotan. Ini adalah sekolah elite kelas dua untuk
kaum pribumi dan bangsawan. Selama kurang lebih belajar empat tahun,
sekitar tahun 1915, Kartosoewirjo dimasukkan ke sekolah HIS
(Hollandsch-Inlandsche School) yang ada di Rembang. Empat tahun kemudian
ia melanjutkan sekolah di ELS (Europeesce Lagere School). Di kalangan
masyarakat pada saat itu, ELS adalah sekolah elite yang didirikan oleh
orang-orang Eropa khusus untuk kalangan pribumi, bangsawan, dan
Indo-eropa yang memiliki kecerdasan tinggi dan bakat tertantu. Selama
menempuh pendidikan, Kartosoewirjo banyak diajar oleh guru-guru yang
didatangkan dari luar negeri, seperti Belanda, Portugal, dan Tionghoa
sehingga pemikirannya banyak dipengaruhi oleh gaya pendidikan Barat pada
waktu itu.
Selain
bersekolah, Kartosoewirjo juga belajar Islam dan ilmu-ilmu agama pada
seorang ulama yang juga sebagai tokoh Muhammadiyah, Notodiharjo. Dari
sini Kartosoewirjo dapat belajar Islam dan ilmu-ilmu agama modern, yang
pada akhirnya mempengaruhi sikap dan pemikirannya, terutama menjelang
didirikannya Negara Islam Indonesia (NII) pada tahun 1949.
Setelah
tamat sekolah dari ELS, Kartosoewirjo melanjutkan kuliah kedokteran di
NIAS (Nederlansch Indische Artsen School). Ini adalah perguruan tinggi
kedokteran pertama yang didirikan Belanda untuk kalangan pribumi,
bangsawan, dan keturunan Belanda. Di perguruan tinggi ini Kartosoewirjo
banyak terlibat dalam pergerakan atau organisasi yang membangkitkan
semangat nasionalisme di kalangan muda. Salah satu organisasi atau
pergerakan yang diikuti Kartosoewirjo adalah Jong Java. Dalam gerakan
Sumpah Pemuda, Kartosoewirjo berhasil menjadi panitia penyelenggara
kongres yang mendorong para pemuda untuk bersatu dalam satu wadah
perjuangan. Namun, hal ini sepertinya tidak membuat pihak perguruan
tinggi tempatnya belajar, terlebih ketika mengetahui bahwa Kartosoewirjo
mempunyai sejumlah buku sosialis dan komunis pemberian pamannya, mas
Marco Kartodikromo, seorang sastrawan dan wartawan yang terkenal di
zamannya. Maka, Kartosoewirjo mendapatkan penolakan keras untuk kembali
melanjutkan kuliah.