Pada tanggal 10 Oktober 1911, meletuslah revolusi di Wuchang (Wuchang day) di bawah pimpinan Li Yuan Hung dan berhasil kekuasaan Manchu. Itulah sebabnya tanggal 10 Oktober 1911 kemudian dijadikan hari kemerdekaan Tiongkok.
Pada tanggal 1 Januari 1912, Sun Yat Sen dipilih sebagai presiden Cina. saat itu, wilayah Cina baru meliputi wilayah cina Selatan dan Nanking sebagai ibukotanya. Selanjutnya, Pada 12 Februari 1912, Cina Utara yang diperintah oleh Kaisar Hsuan Tsung yang masih belia menyerahkan kekuasaan kepada rakyat Cina melalui utusannya Yuan Shih Kai. Yuan Shih Kai yang turut menandatangani penyerahan kekuasaan, ternyata juga berambisi besar untuk menjadi presiden.
Demi terjaganya Republik Cina dan menghindari Perang Saudara, Sun Yat Sen mengundurkan diri dari jabatan presiden pada 15 Februari 1912 dan menyerahkan kepada Yuan Shih Kai. Selanjutnya Sun Yat Sen mengundurkan diri ke Kanton pada bulan Agustus 1912 dan mendirikan Partai Kuo Min Tang yang berhaluan nasionalis dengan tetap melanjutkan asas San Min Chu I.
Yuan Shih Kai dalam menerapkan sistem pemerintahan otoriter dengan mengabaikan suara parlemen serta kaum nasionalis yang dipimpin oleh Sun Yat Sen. Pada tahun 1914, Yuan menerapkan sistem pemerintahan diktator dengan cara membubarkan parlemen. Tindakan Yuan tentu saja dianggap bertentangan dengan semangat perubahan sehingga mengecewakan masyarakat China, terutama kaum nasionalis yang menghendaki adanya pemerintahan yang demokratis dan memperhatikan hak-hak rakyat. Peristiwa ini dicatat sebagai sebuah kegagalan revolusi pertama dalam masyarakat China.
Imperilisme barat dan Jepang di China sebelum Perang Dunia I dan pada masa Perang Dunia I (1914-1919) menambah kecemasan rakyat Cina. Walaupun Cina mengatakan netral dalam PD I pada tahun 1914, Jepang secara agresif mengontrol wilayah Shantung yang sebelumnya diduduki oleh Jerman dan memaksa Cina tahun 1915 untuk menerima kekuasaan Jepang atas wilayah itu bersama dengan wilayah Manchuria. Perluasan kekuasaan Jepang atas wilayah Cina menimbulkan kemarahan golongan menengah serta para patriot muda. Pada 4 Mei 1919 sekitar lima ribu mahasiswa di Peking menentang hasil konferensi Perdamaian Versailles yang mengesahkan pendudukan Jepang atas Shantung. Gerakan 4 Mei menandai revolusi menentang penjajahan asing serta kekuasaan pemerintahan lokal.
Sun Yat Sen yang mendirikan Kuomintang atau partai Nasionalis, memimpin gerakan dari Cina Selatan. Sejak tahun 1923, Partai Nasionalis yang dipimpinnya bergabung dengan partai komunis internasional serta partai komunis Cina. Gabungan ketiga partai tersebut menandai adanya gerakan atau front liberal nasional yang anti konservativisme dan anti imperialisme.
Sun Yat Sen mengakui bahwa partai Nasionalis mengadopsi nilai-nilai dari gerakan Bolshevik di Rusia yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai disiplin para pengurus partai serta pasukan yang terindoktrinasi dengan baik. Walaupun demikian, Sun Yat Sen bukanlah seorang komunis. Dia adalah seorang nasionalis sejati yang memiliki semboyan nasionalisme, demokrasi dan kemakmuran rakyat yang menekankan pada semangat menumbuhkan rasa bangga sebagai bangsa Cina serta semua golongan masyarakat termasuk kemakmuran para petani. Sun Yat Sen juga menghendaki adanya pemerintahan pusat yang kuat dengan menyatukan seluruh Cina.
Setelah Sun Yat Sen meninggal dunia pada 1925, gerakan nasionalis diteruskan oleh Chiang Kai Sek (1887-1975). Chiang Kai-shek adalah seorang pemimpin politik dan militer Tiongkok abad ke-20. Dalam Bahasa Mandarin dia dikenal sebagai Jiang Jieshi atau Jiang Zhongzheng. Chiang adalah seorang anggota berpengaruh di Partai Kuomintang, atau Partai Nasionalis. Ia juga merupakan sekutu dekat Sun Yat-sen.
Pada tahun 1926 dan 1927, Chiang berhasil memimpin pasukan nasionalis untuk menghancurkan pasukan pemerintah yang dikendalikan para warlods di kawasan Cina utara dan Cina Tengah. Tindakan ini menarik simpati para petani untuk bergabung dengan partai Nasionalis. Pada tahun 1928, dibentuklah pemerintahan di Nanking dan segera mendapat pengakuan internasional dari Barat. Sedangkan Jepang menolak terbentuknya pemerintahan tersebut bahkan menganggapnya sebagai ancaman bagi kedudukan Jepang atas Manchuria.
Pada tahun 1916, Yuan Shih Kai meninggal dan meninggalkan negara dalam perpecahan. Tiongkok Utara dikuasai partai berhaluan komunis bernama partai Kung Chang Tang di bawah pimpinan Li Li-San untuk menandingi partai Kuo Min Tang. Dengan demikian, Sun Yat Sen memimpin Cina Selatan. Sun Yat Sen masih berharap bisa menyatukan seluruh Cina, tetapi ia meninggal dunia pada tahun 1925 dan digantikan oleh Chiang Kai Shek (1887-1975). Chiang Kai Sek memerangi partai Komunis dan berlangsung terus selama pendudukan Jepang atas Cina (1937-1945).
Namun demikian, terbentuknya pemerintahan nasionalis yang kuat di Nanking tidak menjamin Cina tetap bersatu. Cina hanyalah sebuah negara besar berbasis agraria, sangat majemuk, tidak memiliki infrastruktur komunikasi yang memadai dan sebagian besar rakyatnya masih miskin. Kemajemukan ini serta cara pandang yang berbeda dalam membentuk pemerintahan pusat dengan adanya aliansi yang kuat menyebabkan aliansi dalam gerakan nasionalis mengalami perpecahan. Persekutuan antara kaum nasionalis dan komunis juga berujung sengit sampai menimbulkan konflik berdarah yang memakan banyak korban pada tahun 1927.
Setelah Perang Dunia II usai, perang saudara antara kaum nasionalis dan kaum komunis mulai berkobar lagi. Perang baru selesai pada 1949 dan dimenangi oleh kaum komunis dibawah pimpinan Mao Zedong. Kemenangan ini ditandai dengan diproklamasikannya Republik Rakyat Cina pada tanggal 1 Oktober 1949. Chiang Kai Sek pun melarikan diri ke Pulau Formosa (Taiwan), berharap suatu saat bisa membebaskan Cina secara keseluruhan dari penguasaan komunis.
Setelah Sun Yat Sen meninggal dunia pada 1925, gerakan nasionalis diteruskan oleh Chiang Kai Sek (1887-1975). Chiang Kai-shek adalah seorang pemimpin politik dan militer Tiongkok abad ke-20. Dalam Bahasa Mandarin dia dikenal sebagai Jiang Jieshi atau Jiang Zhongzheng. Chiang adalah seorang anggota berpengaruh di Partai Kuomintang, atau Partai Nasionalis. Ia juga merupakan sekutu dekat Sun Yat-sen.
Pada tahun 1926 dan 1927, Chiang berhasil memimpin pasukan nasionalis untuk menghancurkan pasukan pemerintah yang dikendalikan para warlods di kawasan Cina utara dan Cina Tengah. Tindakan ini menarik simpati para petani untuk bergabung dengan partai Nasionalis. Pada tahun 1928, dibentuklah pemerintahan di Nanking dan segera mendapat pengakuan internasional dari Barat. Sedangkan Jepang menolak terbentuknya pemerintahan tersebut bahkan menganggapnya sebagai ancaman bagi kedudukan Jepang atas Manchuria.
Pada tahun 1916, Yuan Shih Kai meninggal dan meninggalkan negara dalam perpecahan. Tiongkok Utara dikuasai partai berhaluan komunis bernama partai Kung Chang Tang di bawah pimpinan Li Li-San untuk menandingi partai Kuo Min Tang. Dengan demikian, Sun Yat Sen memimpin Cina Selatan. Sun Yat Sen masih berharap bisa menyatukan seluruh Cina, tetapi ia meninggal dunia pada tahun 1925 dan digantikan oleh Chiang Kai Shek (1887-1975). Chiang Kai Sek memerangi partai Komunis dan berlangsung terus selama pendudukan Jepang atas Cina (1937-1945).
Namun demikian, terbentuknya pemerintahan nasionalis yang kuat di Nanking tidak menjamin Cina tetap bersatu. Cina hanyalah sebuah negara besar berbasis agraria, sangat majemuk, tidak memiliki infrastruktur komunikasi yang memadai dan sebagian besar rakyatnya masih miskin. Kemajemukan ini serta cara pandang yang berbeda dalam membentuk pemerintahan pusat dengan adanya aliansi yang kuat menyebabkan aliansi dalam gerakan nasionalis mengalami perpecahan. Persekutuan antara kaum nasionalis dan komunis juga berujung sengit sampai menimbulkan konflik berdarah yang memakan banyak korban pada tahun 1927.
Setelah Perang Dunia II usai, perang saudara antara kaum nasionalis dan kaum komunis mulai berkobar lagi. Perang baru selesai pada 1949 dan dimenangi oleh kaum komunis dibawah pimpinan Mao Zedong. Kemenangan ini ditandai dengan diproklamasikannya Republik Rakyat Cina pada tanggal 1 Oktober 1949. Chiang Kai Sek pun melarikan diri ke Pulau Formosa (Taiwan), berharap suatu saat bisa membebaskan Cina secara keseluruhan dari penguasaan komunis.