Sumber: istimewa |
Lobster air tawar adalah crustacea yang menyerupai lobster dan hidup di air tawar (Wikipedia). Lobster jenis ini sangat menyukai tempat-tempat yang airnya tidak tercemar oleh limbah ataupun sebagainya sama seperti ikan depik yang merupakan satu-satunya ikan yang hidup di Danau Laut Tawar yang berada di Aceh Tengah.
Makanan Lobster sendiri adalah zooplankton, bangkai ikan, bahkan telur ikan. Saat ini keberadaan lobster sendiri masih menjadi misteri di kalangan masyarakat Gayo. Lobster air tawar yang ada dan berkembang biak di Danau Laut Tawar saat ini bukan merupakan salah satu hewan laut yang dianugerahkan oleh Allah S.W.T untuk masyarakat Gayo, melainkan berasal dari daerah lain.
Asal muasal keberadaan lobster ini salah satunya ialah akibat dari kecerobohan seseorang yang iseng ingin mengembangbiakkan lobster air tawar di Danau Laut Tawar dengan membuat kerambak di pinggiran Danau. Air tak selamanya jernih, naluri lobster yang ingin hidup nyaman di perairan yang memang ia sukai membuat lobster merobek jaring kerambak dengan capit yang dimilikinya (wawancara dengan beberapa nelayan setempat).
Kebebasan yang didapat oleh lobster seakan sebagai pertanda awal malapetaka bagi spesies hewan lain yang hidup di Danau Laut Tawar seperti ikan Depik. Mengapa tidak, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa selain menyukai hidup di air yang jernih, lobster juga mengonsumsi zooplankton, bangkai ikan, dan juga telur ikan. Jika di dalam sebuah didisen (rumah ikan depik yang dibuat oleh masyarakat Gayo dan biasanya dibangun di dekat mata air di pinggiran Danau Laut Tawar) ada beberapa lobster, maka itu salah satu bukti bahwa lobster sedang mencari tempat hidup yang sesuai dengannya serta mencari sumber makanan demi kelangsungan hidup spesiesnya di Danau Laut Tawar.
Pernahkah kita merasakan susahnya untuk mencari bahkan mendapatkan Ikan Depik di pasar-pasar. Jika adapun yang menjual ikan depik, maka harga per sara mok nya bisa dikatakan lebih mahal dibanding ikan lain yang berasal dari daerah pesisir. Hal ini tentu diakibatkan oleh semakin langkanya ikan depik tersebut. Dengan keadaan ini, maka kebanggan orang Gayo sebagai suku yang mendiami kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, Lukup (Aceh Timur), terhadap ikan depik akan hilang di kemudian hari. Mungkin anak cucu kita dikemudian hari tidak bisa lagi mencicipi enaknya depik pengat, depik dedah, bahkan depik kering yang merupakan beberapa makanan khas masyarakat Gayo.
Memang, jika kita melihat kadar gizi lobster sebagai bahan makanan maka didapati bahwa kadar protein yang terkandung sangatlah tinggi. Namun perlu diingat bahwa memakan lobster dalam jumlah banyak bisa menyebabkan hipertensi (darah tinggi), naiknya kadar kolesterol tubuh, dan sebagainya. oleh karena itu nabiyullah Muhammad SAW melarang umatnya untuk makan berlebihan.
Dalam hal ini penulis tidak menyalahkan orang, kalangan, atau siapapun dalam keadaan yang kita hadapi saat ini. Akan tetapi, penulis hanya menyampaikan opini penulis sendiri pada tulisan ini. Hal ini tidak terlepas dari sebuah pertanyaan ketika pertama sekali melihat adanya spesies lobster yang dijual di beberapa tempat di Aceh Tengah. “Darimanakah asal lobster tersebut, apakah dari daerah luar atau dari Danau Laut Tawar, jika Dari Danau maka dari kapan ia ada sehingga dapat berkembang biak disana, dari mana asalnya”. Karena pertanyaan tersebutlah, maka penulis melakukan tanya jawab kepada beberapa tokoh yang berasal dari orang biasa, pembeli, penjual, nelayan, para sarjana perikanan, dan sebagainya.
Dari berbagai sumber inilah, maka dalam hal ini penulis berani menulis sebuah informasi seperti yang tersaji hingga terciptalah tulisan ini. Terimakasih sudah mengunjungi blog ini, sempatkan untuk mengklik salah satu iklan di dalam blog ini dan asaalamualaikum wr.wb