-->

Strategi Pemasaran Ayam Ras (Ayam Petelur) di Indonesia

Distribusi ayam di Indonesia terdiri dari dua jalur, yaitu sebagai berikut:

1. Jalur distribusi tradisional, yaitu dari kandang menuju pasar tradisional atau pemotongan tradisional. Ayam tersebut dijual dalam bentuk hidup atau dipotong di lokasi pasar atau di rumah dan dijual dalam bentuk ayam segar. Hingga sekarang jalur ini masih mendominasi perdagangan ayam di Indonesia, tetapi secara bertahap presentasinya menurun.

2. Jalur distribusi modern, yaitu dari kandang, pemotongan, penyimpanan ayam beku, dan penjualan ayam beku. Ayam dijual dalam bentuk ayam beku. Berbeda dengan konsumen negara maju, konsumen Indonesia lebih memilih ayam segar di pasar tradisional. Mereka berasumsi bahwa ayam beku adalah ayam segar yang tidak laku sehingga dibekukan. Dengan penyuluhan dari para pengusaha dan pemerintah, kini banyak konsumen yang mulai terbiasa membeli ayam beku.

Usaha pemasaran ayam dimulai sejak ayam dipanen hingga sampai ke konsumen dalam bentuk ayam hidup, ayam potong segar, dan ayam beku. Dengan berkembangnya teknologi, kini industri perunggasan mulai melirik usaha olahan ayam. Sejak tahun 2000-an mulai populer olahan ayam, seperti chicken nugget dan sosis. Semula produk olahan tersebut hanya ada di produk impor, kini justru produk lokal menguasai pasar olahan daging ayam.

Jika melihat fakta di lapangan, pemasaran ayam Indonesia masih didominasi pasar dalam negeri. Untuk pemasaran telur, skala usaha kecil langsung dipasarkan dari kandang. Sementara itu, skala usaha besar, pemasarannya melalui jalur tata niaga, yaitu produsen, pengumpul, pedagang besar, pebgecer, konsumen. Jalur ini bisa dipangkas jika pelaku agribisnis mempunyai akses ke supermarket atau industri pengolahan.

Kini telur tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan konsumsi (pangan). Sebagian mulai diserap oleh industri tertentu, misalnya kosmetik dan obat-obatan, yang menjadikan telur sebagai bahan utama atau bahan tambahan. Untuk masa mendatang, diperkirakan akan berkembang industri penghasil tepung telur sebagai tepung instan.

Potensi psar telur ayam di Indonesia secara umum masih besar dan akan terus berkembang. Tahun 2010 konsumsi telur masyarakat Indonesia hanya 87 butir/orang/tahun, sedangkan negara tetangga seperti Malaysia sudah di atas 300 butir/orang/tahun. Beberapa pakar menyebutkan bahwa rendahnya konsumsi tersebut akibat rendahnya daya beli masyarakat. Namun, hal tersebut tidak benar karena faktanya konsumsi rokok masyarakat Indonesia per tahun sebesar 1.108 batang/orang/tahun atau 21 batang rokok/orang/minggu atau 3 batang rokok/orang/hari. Padahal, hasil survei sebuah lembaga di Universitas Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas perokok adalah masyarakat berpenghasilan rendah. Jadi, masalahnya bukan daya beli, melainkan prioritas belanja keluarga. Bayangkan jika sebagian masyarakat mengurangi rokok dan mengganti dengan telur, permintaan telur akan meningkat tajam. Keyakinan akan peningkatan permintaan telur juga didukung dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sekitar 6 persen per tahun.

Pemanfaatan informasi pasar sangat menentukan kemajuan usaha agribisnis ayam ras. Informasi pasar berguna untuk menentukan jumlah ayam yang haruis diproduksi sekaligus sebagai upaya untuk menghindari kerugian akibat fluktuasi harga yang terlampau tajam.

Informasi pasar yang diperlukan adalah pergerakan harga komoditas ayam ras, baik lokal maupun nasional. Biasanya daging dan telur ayam ras akan mencapai harga tertinggi pada hari raya lebaran. Setelah lebaran, harganya turun secara drastis, lalu naik perlahan-lahan hingga mencapai puncaknya pada lebaran berikutnya.

Musim juga biasanya berpengaruh terhadap harga komoditas ternak dan harga bahan baku pakan. Saat musim kemarau yang panjang, harga pakan biasanya naik karena stok jagung dan bahan baku pakan yang lain berkurang. Akan tetapi, saat itu pula daya beli masyarakat, terutama petani juga menurun. Akibatnya, harga komoditas ternak termasuk ayam ras juga turun.

Sumber: Suharno, Bambang. 2012. Agribisnis Ayam Ras. Jakarta: Penebar Swadaya, hal: 20-22