Penduduk Sparta adalah bangsa Doria yang datang ke Yunani dari Lacottia, daerah Peloponessos bagian Timur. Bangsa Doria adalah bangsa yang sering berperang pemerintahan yang dibentuk adalah pemerintahan militer (Farid, Samsul dan Taufan Harimurti : 221). Sekitar tahun 625 SM, Lycurgus mengadakan pembaruan perundang-undangan sehingga menjadikan pemerintahan Sparta berdisiplin militer yang ketat. Sejak itu Sparta menjadi negara diktator militer (Hermawan, dkk: 134). Pada tahun 736-716 SM, Sparta melakukan ekspansi ke daerah Messania, daerah yang berada di sebelah Barat Peloponessos. Pada saat itu, Sparta berhasil menguasai orang-orang Messania. Orang Messania dijadikan Helot (budak) oleh para petani Sparta untuk mengerjakan tanah negara. Pada tahun 650-630 SM, orang Messania melakukan pemberontakan. Mereka ingin melepaskan diri dari kekuasaan Sparta. Namun, pemberontakan ini dapart dipadamkan oleh Sparta (Farid, Samsul dan Taufan Harimurti : 221).
Dalam pemerintahan Sparta, dua orang raja berkuasa secara turun temurun. Pelaksanaan pemerintahan adalah suatu dewan yang terdiri atas lima orang yang disebut Ephor. Eklesia atau Dewan Perwakilan terdiri atas semua warga kota yang bersidang setiap bulan purnama. Dewan ini bertugas menentukan perang, menyetujui rencana undang-undang dan memilih anggota Dewan Ephor. Akan tetapi, keputusan dewan ini dapat diveto oleh Dewan Kaum Tua (Gerusia) yang terdiri atas 28 orang yang berusia 60 tahun ke atas (Hermawan, dkk: 134). Oleh karena itu, jalannya demokrasi di Sparta tidak berkembang (Farid, Samsul dan Taufan Harimurti : 221).
Sejak lahir, anak Sparta sudah diatur dan diawasi oleh negara. Setiap anak laki-laki yang sudah berumur tujuh tahun harus dilepas keluarganya dan tinggal di kamp-kamp militer untuk mengikuti latihan keprajuritan yang berat. Sejak umur 20 tahun, daya tahan mereka terhadap penderitaan dilatih dan ditingkatkan, sedangkan ilmu pengetahuan diabaikan. Mereka juga harus hidup sederhana dan tidak boleh menyimpan kekayaan (Hermawan, dkk: 134). Ada yang menarik dari sejarah Sparta yaitu cerita perang Yunani-Persia (492-448 SM) antara raja Xerxes putra raja Darius dari Persia dan raja Leonidas dari Sparta yang bisa kita saksikan pada film berjudul 300, yang bercerita tentang pasukan dari Sparta yang berjumlah 300 orang angkat senjata melawan prajurit Xerxes yang berjumlah ribuan.
Perang Yunani-Persia berawal dari ambisi Raja Darius dari Persia untuk memperluas kekuasaannya ke Asia Kecil yang mencakup beberapa koloni polis-polis kecil Yunani. Athena memberikan bantuan kepada polis-polis itu. Raja Darius menganggap bantuan Athena itu sebagai tantangan perang terhadap Persia. Selama sepuluh tahun peperangan dihentikan. Raja Darius wafat dan digantikan oleh putranya bernama Xerxes. Tahun 480 SM, Persia kembali menyerbu untuk ketiga kalinya lewat darat dan laut (Hermawan, dkk: 133).
Sparta yang dipimpin oleh raja Leonidas tidak dapat membendung serangan pasukan Persia ini. Namun, pasukan Yunani dari Athena yang dipimpin oleh Temistokles berhasil menghancurkan angkatan laut Persia di Teluk Salamis sehingga memaksa Xerxes dan pasukannya melarikan diri kembali ke negerinya. Berkat ketangguhan pasukan gabungan Persia dapat dihancurkan di Palatea, sehingga polis-polis di pantai Asia Kecil dapat dibebaskan dari kekuasaan Persia. Akhirnya pada tahun 448 SM, diadakan perdamaian antara Yunani dan Persia (Hermawan, dkk: 133-134).