BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Negara Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan sumber daya manusia yang berkulitas. Salah satu usaha menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan.
Pendidikan selalu identik dengan proses belajar mengajar, dengan tujuan untuk mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sebaik-baiknya. Dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi secara baik dalam masyarakat. Oleh sebab itu, berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar. Diantaranya pengembangan kurikulum, pengadaan bahan ajar, pembenahan perangkat media pembelajaran, dan lain-lain. Melalui usaha ini diharapkan proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, efektif, dan efisien.
Keberhasilan dalam proses belajar mengajar di sekolah tergantung kepada beberapa aspek yaitu sarana prasarana, guru, Peserta Didik dan model pembelajaran. Keempat aspek tersebut tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Pada pembelajaran yang memiliki sifat konvensional aspek yang dominan dalam proses pembelajaran adalah guru menyampaikan materi dan Peserta Didik mendengarkan. Akan tetapi didalam kurikulum 2013 Guru dan Peserta Didik berkolaborasi untuk menciptakan suatu pembelajaran yang berkualitas.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menuntut kualitas pendidikan yang lebih baik, agar menghasilkan produk pendidikan yang siap menghadapi era globalisasi. Setiap individu yang terlibat dalam pendidikan dituntut berperan secara maksimal guna meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu inti dari pendidikan yang bermutu terletak pada proses pembelajaran di kelas (Nugroho, 2013:1). Selanjutnya Ari Prasetyo (2012:1) menyatakan, “Perkembangan dalam dunia pendidikan pada saat sekarang ini bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter”. Adapun tugas tersebut diemban oleh seluruh lembaga formal dalam dunia pendidikan yang bertujuan mencetak SDM yang berguna bagi masyarakat banyak.
Hakikat pendidikan dalam konteks sekolah adalah bantuan sosial untuk mencapai kepribadian manusia yang paripurna. Pengembangan nilai-nilai moral ditujukan sebagai upaya terencana membentuk manusia Indonesia yang berkarakter di mana nilai-nilai itu disisipkan ke dalam proses belajar-mengajar. Orientasi pendidikan sejarah sejatinya ditujukan untuk memperkuat karakter melalui subtansi materi di dalamnya. Namun, dalam praktek proses pembelajarannya lebih mempersoalkan pada peningkatan prestasi kognitif daripada afektif. Hal inilah yang menyumbang salah satu penyebab gagalnya pendidikan sekolah di Indonesia.
Selanjutnya, Sanjaya (2006:1) menyatakan, “Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari”.
Menanggapi hal tersebut dalam upaya mencapai proses pembelajaran yang diinginkan, maka peran guru dalam mengajar akan menjadi faktor penentu ketercapaian tujuan sehingga guru perlu mengidentifikasi masing-masing anak didiknya dalam proses mereka belajar untuk mengetahui karakter kesenjangan penampilan peserta didik akibat kurangnya kesempatan mendapat pelatihan, mengidentifikasi bentuk pembelajaran yang tepat, dan menentukan populasi yang dapat disertakan dalam pembelajaran sehingga dapat melahirkan solusi yang tepat sesuai tujuan kurikulum.
Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terlibat dalam semua kegiatan belajar mengajar. Diantara faktor-faktor tersebut adalah peserta didik, guru, kebijakan pemerintah dalam membuat kurikulum, serta dalam proses belajar seperti metode, sarana dan prasarana (media pembelajaran), model, dan pendekatan belajar yang digunakan. Kondisi real dalam pelaksanaannya latihan yang diberikan tidak sepenuhnya dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menerapkan konsep. Rendahnya mutu pembelajaran dapat diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran. Penyebabnya dapat berasal dari peserta didik, guru maupun sarana dan prasarana yang ada, minat dan motivasi peserta didik yang rendah, kinerja guru yang rendah, serta sarana dan prasarana yang kurang memadai akan menyebabkan pembelajaran menjadi kurang efektif.
Mata pelajaran Sejarah dalam kurikulum 2013 merupakan mata pelajaran yang dibelajarkan bagi peserta didik jenjang pendidikan menengah SMA, MA, dan SMK. Telah dilaksanakan observasi awal terkait proses pembelajarannya di kelas XI MIPA 2 SMA Negeri 1 Semarang. Menurut Drs. Sugeng Purwoko, MM yang merupakan guru yang mengampu mata pelajaran ini, dari segi sarana dan prasarana yang tersedia di kelas sudah lengkap dimana di tiap-tiap kelas sudah terdapat LCD dan juga bahan ajar yang digunakan tidak serta merta bergantung pada penggunaan LKS dimana guru sudah mengembangkan bahan ajar sendiri dari buku-buku yang relevan yang kesemuanya ini sesuai kebutuhan pada mata pelajaran sejarah, tapi dalam penggunaan model atau metode masih kurang variatif sehingga dalam pembelajaran sejarah, keaktifan belajar peserta didik masih kurang terutama pada kelas XI MIPA 2 dimana dipengaruhi oleh faktor dimulainya proses belajar mengajar sejarah yang dilakukan pada siang hari yang memungkinkan peserta didik dalam hal ini sudah kurang berkonsentrasi dalam mengikuti seluruh proses belajar mengajar sejarah di kelas dan berakibat pada kurangnya keaktifan peserta didik dalam mengikuti seluruh proses belajar yang hanya berkisar sekitar 50 % dari seluruh jumlah peserta didik yang ada di dalam kelas.
Selanjutnya mengenai diskusi kelompok, dikatakan oleh narasumber bahwa selama ini pembelajaran diskusi kelompok pada kelas XI MIPA 2 juga sering diterapkan, hal ini dilakukan untuk meningkatkan minat dan keefektifan belajar peserta didik dalam mempelajari sejarah apalagi di dalam kurikulum 2013 dituntut bahwa guru bukan lagi menjadi sentral dalam proses belajar mengajar. Peserta didik dituntut untuk mengembangkan dirinya sendiri dibantu oleh teman-temannya dalam proses pemecahan sebuah masalah. Namun kendala yang dihadapi oleh guru ialah tetap pada waktu masuk jam pelajaran dan kadangkala ada peserta didik di dalam kelompok mengerjakan sendiri tugas yang diberikan tanpa mengajak anggota kelompoknya bersama dalam mencari jawaban karena memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata jika dibandingkan dengan anggota kelompoknya.
Sebagai salah satu sekolah favorit di Kota Semarang, tentu peserta didik yang duduk di bangku SMA Negeri 1 Semarang adalah anak-anak yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Tentu hal ini merupakan salah satu faktor yang sangat membantu berjalannya proses pembelajaran secara maksimal di dalam kelas dikarenakan dengan sedikit saja guru menjelaskan materi, maka peserta didik mampu dengan cepat mengolah dan menganalisis materi yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, maka peneliti dalam penelitian tindakan kelas kali ini hanya berfokus untuk meningkatkan keaktifan belajar sejarah peserta didik dan perlu mengukur hasil belajar peserta didik. Setelah melaksanakan wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran sejarah, selanjutnya peneliti melaksanakan observasi di ruang kelas yakni kelas XI MIPA 2 dimana peneliti mengajukan pertanyaan seputar tanggapan peserta didik ketika masuk jam pelajaran sejarah. Ketika itu jam pelajaran sejarah dimulai pukul 10.30-12.00 WIB pada hari Senin. Adapun jawaban dari peserta didik yang dapat peneliti rangkum ialah jam masuk mata pelajaran merupakan sebuah masalah dimana pada saat jam siang seperti itu peserta didik sudah lelah dan membuat minat belajar mereka berkurang dan berakibat pada keefektifan belajar sejarah ditambah lagi adanya jam pelajaran matematika yang harus dipelajari sebelum jam masuk pelajaran sejarah. Disini, guru harusnya memberi stimulus pada awal kegiatan pembelajaran sejarah agar peserta didik memiliki semangat belajar. Salah satu cara yang dapat digunakan ialah dengan memilih model pembelajaran yang sesuai dan dapat mengatasi masalah tersebut di atas, sehingga dapat meningkatkan keaktifan belajar peserta didik dalam pembelajaran Sejarah. Menurut peneliti, model pembelajaran yang dapat diterapkan dan sesuai untuk memecahkan masalah tersebut adalah model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together). Model pembelajaran Numbered Heads Together merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif yang mengutamakan adanya kerjasama antar peserta didik dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para peserta didik dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada peserta didik, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah.
Dalam memecahkan suatu masalah dalam kegiatan diskusi, diharapkan bahwa peserta didik di dalam kelompoknya untuk tidak saling mengandalkan satu sama lain diantara anggota kelompoknya sehingga diharapkan semua peserta didik akan aktif berpikir dan behasil dalam aktivitas pembelajarannya. Upaya tersebut dapat terwujud dengan cara menerapkan model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) atau kepala bernomor struktur sebagai inovasi untuk mengaktifkan proses belajar mengajar dan hasil belajar sejarah peserta didik pada jam masuk siang hari.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis mengambil judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Sejarah Peserta Didik Kelas XI-MIPA 2 SMA Negeri 1 Semarang Tahun Pelajaran 2018/2019”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut:
1. Apakah penerapan model Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan keaktifan belajar pada mata pelajaran sejarah Peserta Didik Kelas XI-MIPA 2 SMA Negeri 1 Semarang Tahun Pelajaran 2018/ 2019?
2. Apakah penerapan model Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran sejarah Peserta Didik Kelas XI-MIPA 2 SMA Negeri 1 Semarang Tahun Pelajaran 2018/ 2019?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan judul dan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Penerapan model Numbered Heads Together (NHT) diharapkan dapat meningkatkan keaktifan pada mata pelajaran sejarah Peserta Didik Kelas XI-MIPA 2 SMA Negeri 1 Semarang Tahun Pelajaran 2018/ 2019
2. Penerapan model Numbered Heads Together (NHT) diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran sejarah Peserta Didik Kelas XI-MIPA 2 SMA Negeri 1 Semarang Tahun Pelajaran 2018/ 2019
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu sebagai berikut :
1. Bagi Peserta didik
a. Memberikan suasana baru dalam pembelajaran agar siswa lebih termotivasi untuk belajar sejarah sehingga hasil belajar meningkat.
b. Meningkatkan peran aktif peserta didik dalam proses pembelajaran.
c. Meningkatkan kerja sama antar peserta didik dalam proses pembelajaran.
d. Meningkatkan rasa percaya diri peserta didik dalam berinteraksi di kelas
2. Bagi Guru
a. Memberikan masukan bagi guru untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menarik minat belajar peserta didik.
b. Meningkatkan kreativitas guru dalam melaksanakan pembelajaran.
E. Batasan Istilah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan, penelitian ini dibatasi pada meningkatkan keaktifan dan hasil belajar Peserta Didik dalam pembelajaran sejarah kelas XI MIPA 2 SMA Negeri 1 Semarang. Peningkatan keaktifan dan hasil belajar dalam pembelajaran sejarah ini difokuskan pada penerapan model pembelajaran yang digunakan yaitu dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).